Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
EklusifSosial Budaya

Mengenal Robonghollo, Tari Pemujaan Terhadap Para Leluhur

317
×

Mengenal Robonghollo, Tari Pemujaan Terhadap Para Leluhur

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Pada jaman dahulu tarian ini dilakukan untuk pemujaan terhadap para leluhur yang telah memberikan hasil panen dan buruan yang melimpah.

Catatan : Ari Bagus Poernomo

SUARA pukulan tifa dan alat pangkur sagu disertai nyanyian berbahasa Sentani, mendayu-dayu mengiringi gerakan sejumlah penari yang menampilkan gerakan khas dari para penari siang itu.

Awan yang tengah gelap tidak menyurutkan semangat para penari tersebut untuk menampilkan pertunjukan yang menarik kepada seluruh tamu undangan yang hadir dalam peresmian Obhe atau Rumah Adat dari Suku Asatow yang berada di Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Kamis (15/09).

Tarian yang disajikan kepada seluruh tamu undangan yang hadir dalam peresmian Rumah Adat itu memiliki nama daerah yang sama dengan Gunung Cycloop yakni Robonghollo.

Tarian ini pun tidak sembarang diperagakan oleh masyarakat adat Sentani. Karena tarian Robonghollo ini dinilai sangat sakral.

David Kubia, Abuako Besar atau Kepala Pelayan dalam struktural Hierarki Keondofolloan Ifar Besar menyebut bahwa tarian tersebut hanya diperagakan untuk upacara-upacara adat saja.

“Contoh macam hari ini, kami diundang. Jadi tarian ini hanya untuk upacara-upacara adat saja” ucapnya.

Pada jaman dahulu, masyarakat Adat Sentani, khususnya yang mendiami Kampung Ifar Besar memperagakan tarian tersebut di saat-saat tertentu saja.

Tarian tersebut merupakan salah satu bentuk pemujaan ataupun ucapan terima kasih kepada para leluhur yang telah memberikan hasil panen perkebunan ataupun hasil buruan yang melimpah.

Menurut David, tarian ini masih dapat disaksikan karena generasi-generasi sebelumnya terus mengajarkan para pemuda untuk mengenal adat istiadat dan tradisi yang berasal dari Kampung Ifar Besar.

“Bisa kita saksikan, karena orang tua kita dulu selalu mengajarkan tari-tarian dan etika adat istiadat kepada kami. Sehingga kamipun masih bisa menjaganya sampai saat ini” katanya David.

Disinggung mengenai generasi muda saat ini yang lebih suka mengikuti trend perkembangan jaman. David mengatakan bahwa itu adalah tantangan terberat baginya dan seluruh budayawan yang ada di Sentani bahkan Tahan Papua pada umumnya.

Sehingga menurutnya untuk melestarikan adat istiadat yang ada di Sentani dan sekitarnya dirinya dan beberapa pimpinan di Keondofoloan Ifar Besar telah mendirikan suatu sanggar seni beberapa tahun silam.

“Hasilnya sangat baik, karena mayoritas pemuda kami di Kampung Ifar Besar banyak yang tertarik untuk masuk dan belajar di sanggar kami” ucapnya.

Selain Robonghollo, di Sanggar Seni Hilare yang dipimpin olehnya ini juga mengajarkan sejumlah tarian lain kepada peserta didiknya seperti Flabae atau tari perang, Ayehiyahe dan juga Akoreyjaeijae.

Ketiganya pun memiliki makna yang berbeda dengan tarian Robonghollo.

“Robongholo itu merupakan pemujaan terhadap Gunung Cyclops dan para leluruh ada dua gerakan berbeda di situ. Sementara, Ayehiyahe merupakan bentuk pemujaan kami kepada Cendrawasih yang merupakan burung khas dari Papua,” ujar Kubia.

Sementara, gerakan terakhir, yakni tarian Akoreyjaemaijae, merefleksikan tentang pergaulan, hingga penghormatan tamu. (***)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *