Example floating
Example floating
BERITA

Ini Tiga Permintaan Pegiat HAM Tanah Papua Kepada Jokowi, di Hari HAM Internasional ke 72

×

Ini Tiga Permintaan Pegiat HAM Tanah Papua Kepada Jokowi, di Hari HAM Internasional ke 72

Sebarkan artikel ini
Yan Cristian Warinusi
Example 468x60

Paraparatv.id | Jayapura | Penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua menyampaikan tiga permintaan kepada Presiden Jokowi untuk penutasan Kasus Pelanggaran HAM berat diTanah Papua pada peringatan hari HAM Internasional ke 72 tahun.

Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional ke-72, tanggal 10 Desember 2020 kali ini di Tanah Papua ditandai dengan peluncuran Laporan Investigasi Tim Kemanusiaan bentukan Gubernur Papua. Catatan penting dari laporan yang dihasilkan melalui investigasi selama lebih kurang 2 (dua) bulan Sejak Oktober 2020 tersebut ialah dugaan Kematian Pendeta Yermias Zanambani di Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua adalah merupakan peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat dengan kualifikasi Kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).

Direktur Lembaga Penelitian Pengkajian Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan Cristian warinusi menyampaikan  Langkah Tim Kemanusiaan yang dibentuk merupakan suatu kemajuan dalam konteks upaya pengungkapan kejahatan kemanusiaan yang diduga terjadi dalam kasus Nduga yang hingga kini belum ditindak-lanjuti penyelidikan (investigasi) nya oleh Komisi Nasional (Komnas) HAM.

“Sebagai Advokat dan Pembela HAM saya melihat bahwa peringatan Hari HAM Internasional ke-72 Tahun 2020 juga mengingatkan kita bahwa penyelesaian kasus-kasus berkategori Pelanggaran HAM di Tanah Papua. “ ungkapnya Rabu, 9 Desember 2020.

Hal itu juga tegas Yan Warinusi seperti halnya kasus Wasior (2001), Wamena (2003), Paniai (8 Desember 2014) serta Sanggeng-Manokwari 2016 belum sama sekali diselesaikan oleh Negara. Apalagi kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini sama sekali tidak menunjukkan komitmen kuat dalam menyelesaikan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM Berat di Tanah Papua.

“Kasus kematian tragis Pendeta Yermias Zenambani dan beberapa peristiwa kekerasan yang membawa korban beberapa warga sipil di wilayah Kabupaten Nduga maupun Intan Jaya belakangan ini semakin memperkuat analogi Komisioner Komnas HAM Saudara Amiruddin Al Rahab dalam bukunya Heboh Papua yang mengatakan “pagar makan tanaman”. Tegasnya.

Analogi ini menurut Pembelan HAM Tanah Papua tersebut  menjurus pada fakta keberadaan personil aparat keamanan yang jumlahnya diatas 10.000 orang saat ini di Tanah Papua tapi rakyat sipil senantiasa menjadi sasaran dan atau korban kekerasan fisik maupun penembakan senjata api. Sama sekali tidak nampak adanya langkah-langkah nyata dari pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi untuk mewujudkan amanat konsideran menimbang huruf f dari Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

” Berkenaan dengan itu sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya memberi saran agar : 1.Presiden Jokowi harus mengeluarkan keputusan kepada Komnas HAM RI untuk menyelesaikan investigasi dan tindak lanjut penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM Berat Wasior, Wamena, Paniai dan Sanggeng-Manokwari secara hukum berdasarkan UU RI No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Kedua, Presiden Jokowi dapat memerintahkan dan mengeluarkan Peraturan Presiden mengenai dibentuknya Pengadilan HAM di Tanah Papua. Ketiga, Presiden Jokowi dapat mengeluarkan Peraturan Presiden Tentang Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Tanah Papua. Keempat, Presiden Jokowi dapat memerintahkan melalui Keputusan Presiden kepada Komnas HAM segera melakukan investigasi lanjutan terhadap kasus Kematian Pendeta Yermias Zenambani dan membawanya untuk diadili di Pengadilan HAM di Tanah Papua.” Ujar Penggiat HAM Tanah Papua Yan Warinusi .

Pasal 45 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menyatakan :  “Pemerintah, Pemerintah Provins, dan penduduk Provinsi Papua wajib menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua.

” Amanat pasal inilah yang menurut pemahaman saya sebagai Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua sedang diimplementasikan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe beserta jajarannya sebagai Perwakilan Pemerintah Pusat di Tanah Papua.   Tapi juga dalam kapasitasnya sebagai Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Hal itu adalah dengan dibentuknya Tim Kemanusiaan oleh Gubernur Papua berdasarkan Keputusan Gubernur Papua Nomor ; 188.4/324/Tahun 2020. Yang mana Tim Kemanusiaan ini dipimpin oleh Pembela HAM Harus Azhar.” Imbuhnya.

Langkah Gubernur Papua Lukas Enembe menurut Warinusi sungguh merupakan terobosan masyarakat sipil dalam mengkawal sebuah peristiwa pelanggaran HAM seperti penyiksaan dan pembunuhan terhadap Pendeta Yermias Zenambani di Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, 19 September 2020 lalu. Reaksi Lukas Enembe dengan membentuk Tim Kemanusiaan adalah sesuai dengan semangat UU Otsus Papua dan kewenangannya sebagai Kepala Daerah di Tanah Papua. Sehingga pembentukan Tim Kemanusiaan sungguh rasional dan urgent untuk mendorong penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM, khususnya yang berkategori berat di Tanah Papua berdasarkan UU No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Berkenaan dengan peringatan Hari HAM Internasional ke-72,  10 Desember 2020 ini, saya ingin mengingatkan agar Gubernur Papua Barat juga dapat melakukan hal yang sama seperti dilakukan Gubernur Papua bagi kasus-kasus serupa yang terjadi di Papua Barat pada masa mendatang.

“ ini sesuai semangat yang terkandung dalam amanat konsiderans menimbang huruf f dari UU Otsus Papua. Selengkapnya berbunyi, antara lain : ,…bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakkan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua,”,tuturnya.

Menurutnya inilah dasar hukum yang seyogyanya menjadi latar belakang pemikiran untuk mengambil langkah penting dalam mengurai serta mengungkap sekaligus mendesak dilakukannya langkah penegakan hukum bagi setiap peristiwa dugaan pelanggaran HAM Berat yang melibatkan alat Negara seperti TNI ataupun Polri terhadap rakyat sipil di Tanah Papua ke depan. Kasus Nduga yang hingga kini belum terungkap jelas, kiranya menjadi catatan penting dalam titik ini.

Karena Negara di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo belum memiliki komitmen kuat dalam menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua seperti kasus Wamena, Paniai, Nduga, Timika (Eden Bebari dan Roni Wandik) serta kematian tragis Pendeta Yermias Zenambani di Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Demikian juga kasus Wasior dan Sanggeng di Papua Barat. Langkah Enembe membentuk Tim Kemanusiaan dan hasil temuannya bahwa kematian Pendeta Zenambani merupakan peristiwa Pelanggaran HAM Berat berkategori Kejahatan terhadap Kemanusiaan sesungguhnya merupakan suatu “pukulan telak” bagi Pemerintah Presiden Jokowi serta Komnas HAM RI yang belum memberi titik jelas dari investigasinya terhadap peristiwa Hitadipa tersebut.(Nesta)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *