Parapatatv.id |Sentani| – Masyarakat dua kampung di Distrik Sentani Timur yakni Kleu Blouw dan Asei Besar menyatakan sikap bakal memboikot pelaksanaan Festival Danau Sentani (FDS) yang akan di buka dalam beberapa hari kedepan.
Hal ini disampaikan oleh Ondofollo Kampung Asei Besar, Marthen Luther Ohee saat ditemui paraparatv.id di kediamannya, Senin (17/06) petang.
Diterangkannya, aksi boikot yang akan dilakukan ini merupakan sikap tegas dari masyarakat dari kedua kampung itu.
Dimana dalam kurun waktu 6 tahun terakhir ini telah dibohongi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dan Provinsi Papua terkait dengan pembebasan lahan yang telah dialihfungsikan menjadi jalan alternatif.
Luas lahan yang dengan terpaksa dibebaskan oleh masyarakat dari kedua kampung itu adalah 10 hektar.
Pembebasan lahan itu dilakukan atas permintaan Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dan juga Provinsi Papua untuk mendukung pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional XX tahun 2021.
Marthen Luther Ohee mengungkapkan beberapa tahun lalu, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw dihadapan seluruh masyarakat dari kedua kampung itu menyatakan bahwa ganti rugi pembebasan lahan itu akan dilakukan dalam waktu dekat.
Namun janji itu hingga saat yang bersangkutan turun dari tahta pemerintahannya tidak pernah terealisasi.
“PON sudah berakhir dan dusun sagu kami sudah habis dibabat tapi hingga saat ini apa yang dijanjikan oleh Mathius Awoitauw tidak pernah di tepati. Dia berjanji bukan kepada saya tetapi kepada seluruh masyarakat adat pemilik dusun sagu yang telah dibabat untuk dijadikan jalan alternatif untuk mendukung pelaksanaan PON XX” katanya.
“Saat itu Bupati Mathius bilang akan di bayar sebelum pelaksanaan PON dan hal yang sama juga disampaikan sama Kakanwil Pertanahan Provinsi Papua. Mereka bilang uangnya ada tapi sampai hari ini tidak ada tindak lanjutnya. Makan Itu hari ini kami ambil langkah tegas” tambahnya.
Lebih lanjut dikatakannya, meski pemerintah daerah pada saat itu sudah berjanji akan melakukan pembayaran atas tanah seluas 10 hektar itu, namun untuk nilai pembayarannya sama sekali belum ada kesepakatan dengan seluruh masyarakat yang ada di dua kampung tersebut.
“Untuk nilainya kita belum tahu. Untuk itu katanya nanti tim apresial yang akan melakukan perhitungannya. Karena pemerintah hanya bilang nanti kita bayar tapi sampai 6 tahun berjalan ini kami (masyarakat) hanya dijanjikan saja. Mereka bilang nanti Desember di bayar sampai sudah dua kali bulan Desember pembayaran sama sekali tidak dilakukan sampai Mathius sudah turun dari jabatannya dan tinggalkan persoalan ini” ucapnya.
Marthen mengungkapkan, untuk meminta kepastian tanah adat dari 15 suku yang ada di kedua kampung itu, dirinya beberapa hari lalu telah menemui Penjabat Bupati Jayapura, Triwarno Purnomo sekiranya dapat menyelesaikan persoalan ini.
Karena menurutnya meski yang berjanji untuk membayar pelepasan lahan itu bukanlah Triwarno Purnomo, namun selaku Penjabat Bupati yang saat ini memegang kendali atas pemerintahan di Kabupaten Jayapura maka Triwarno harus bisa menjawab dan menyelesaikan persoalan ini.
“Karena yang janji ini adalah pemerintah. Jalan ini pemerintah yang bangun. Pemerintah sudah nikmati semua itu terus masyarakat bagaimana nasibnya”
“Tadi saya sudah ketemu dengan Ketua Panitia FDS dan menyatakan kalau sampai tanggal 18 besok (hari ini) belum ada kepastian dari Pemerintah, maka seluruh aktivitas yang melalui jalan ini akan kami lumpuhkan termasuk FDS” tegasnya.
Ditempat yang sama, Tokoh Pemuda Kabupaten Jayapura, Jack Puraro menuturkan, pemalangan yang terjadi di ruas jalan alternatif itu bukanlah persoalan baru.
Karena sudah berlangsung selama 6 tahun terakhir. Oleh sebab itu harus ada kepastian dari Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Tapi yang disayangkan adalah, kami melihat untuk penyelesaian persoalan tanah adat kami ini Pemerintah tidak serius. Karena hanya janji diatas janji dan tidak ada tindak lanjutnya sama sekali” kata Jack.
Berkaitan dengan pelaksanaan Festival Danau Sentani tahun 2024, kata Jack, FDS ini merupakan suatu kegiatan yang digelar untuk memperkenalkan budaya dan adat seluruh masyarakat adat Sentani.
Namun kata dia, dibalik nama besar FDS hak masyarakat adat Sentani sesungguhnya diabaikan dan dizolimi oleh pemerintah daerah itu sendiri.
“Padahal mantan bupati gencar sekali bicara tentang kampung adat dan segala hal tentang adat tapi pada prakteknya justru hak masyarakat adat di zolimi dan diabaikan hingga hari ini” tutupnya. (Arie)