Paraparatv | Jayapura | Sejak 2012 silam, klub-klub sepakbola profesional praktis tidak lagi disuntik oleh dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) oleh pemerintah daerah.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Mendagri Nomor 59 Tahun 2007 mengenai perubahan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kebijakan ini ibarat momok bagi sepak bola di Indonesia, sebab aturan itu tak lagi memanjakan klub sepak bola dalam pembagian dana APBD. Apalagi Mendagri saat itu, Mardianto, menegaskan klub sepakbola bukan instansi atau induk organisasi yang berhak atas dana hibah APBD.
Permendagri tersebut kembali diperkuat dengan Permendagri Nomor 1 Tahun 2011 yang ditandatangani oleh Mendagri pengganti Mardianto, Gamawan Fauzi.
Isinya hampir sama, namun lebih dipertegas dimana pelarangan penggunaan anggaran APBD tersebut untuk klub sepak bola profesional bertujuan untuk meningkatkan alokasi anggaran agar lebih banyak diperuntukkan untuk belanja modal karena menurut Fauzi, anggaran untuk klub sepakbola bukan menjadi prioritas anggaran.
Praktis, klub-klub profesional termasuk Persipura Jayapura harus berbesar hati untuk tidak lagi disuntik oleh dana APBD Kota Jayapura yang sebelumnya masih bisa digunakan.
Persipura Jayapura masih menggunakan dana APBD sebesar 15 Miliar pada jamannya Ketua Umum Manase Robert (MR) Kambu. Kambu berhasil memimpin Persipura selama kurun waktu 10 tahun dan telah memberikan Persipura berbagai gelar.
Gelar paling fenomenal adalah meraih juara untuk pertama kalinya di kasta tertinggi tanah air yaitu pada tahun 2005. Pada 2006, Persipura masih mendapat dana dan diakomodasikan dalam APBD Kota Jayapura berkisar sekitar Rp 15 miliar.
Menanggapi pandangan umum fraksi-fraksi atas nota keuangan dan RAPBD Kota Jayapura, MR. Kambu menjelaskan bantuan itu akan diambil dari APBD Kota Jayapura melalui pos bantuan keuangan kepada organisasi profesi.
“Persipura membutuhkan biaya sekitar Rp 15 miliar untuk kontrak pemain, gaji pemain, serta tuntutan fasilitas lainnya setiap putaran liga nasional,” kata MR. Kambu dari laman jubi.co.id teribitan 18 Januari 2019.
Memasuki Indonesia Super League (ISL) dana semakin membengkak mencapai sekitar Rp 30 miliar. Belum terhitung saat mengarungi AFC 2011 sampai AFC 2014.
Masanya MR. Kambu pun usai, digantikan oleh Benhur Tomi Mano (BTM). Sewaktu Persipura belum dijadikan Perusahaan Terbatas (PT), siapapun yang menjabat sebagai Wali Kota Jayapura, praktis akan menjadi Ketua Umum Persipura.
BTM pun mengambil tongkat estafet dari MR. Kambu. Namun sayang, jalan yang dilalui BTM tak semudah yang dijalani oleh pendahulunya. BTM praktis tidak boleh menggunakan dana APBD Kota Jayapura untuk membiayai klub yang dipimpinnya.
Hal ini karena berbenturan dengan aturan yang dikeluarkan oleh Mendagri nomor 1 tahun 2011. Baik MR Kambu maupun BTM, ada sosok terpenting dari kedua tokoh Persipura tersebut yaitu Rudy Maswi, sang manajer di dua Ketum Persipura yang berbeda.
Peran manajer Persipura Rudy Maswi memang sangat besar karena, juga ikut dalam tim sepak bola PON Papua 2004. Walaupun Rudy Maswi sendiri mengatakan prestasi Persipura bukan peran satu orang tetapi semua orang yang terlibat termasuk masyarakat Papua dalam dukungan doa.
Hal ini diakui pula oleh Ketua Umum Persipura sekarang Benhur Tomi Mano, bahwa peran Rudy Maswi sangat besar sebagai manajer Persipura.
“Saya minta kepada seluruh pendukung setiap Persipura Jayapura untuk tidak membandingkan saya dengan MR. Kambu. Stop sudah. MR Kambu menggunakan dana APBD Kota Jayapura sebesar 15 Miliar, tapi saya tidak. Pak Rudy Maswi dan saya mencari sponsor,” kata BTM pada 21 Januari 2020 lalu.
Bergerak tanpa dana APBD Kota Jayapura, BTM dan sang manajer Persipura Rudy Maswi pun bergerilya mendapatkan sejumlah sponsor untuk menyokong Persipura agar tetap eksis di kompetisi kasta tertinggi di tanah air.
Berikut para sponsor yang telah mendukung mutiara hitam memiliki 3 bintang, masing-masing PT Bosowa, PT. Telkomsel, PT Freeport Indonesia, PT Bank Papua, dan Divas Entertaime. **(redaksi)