Paraparatv.id |Sentani| – Balai Bahasa Provinsi Papua menggelar Festival Teather Bahasa Sentani di salah satu Hotel Ternama di Kota Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa (29/10).
Kegiatan ini digelar oleh lembaga tersebut bertujuan untuk mendukung pelestarian bahasa daerah di Papua, khususnya Kabupaten Jayapura.
Pengkaji Bahasa dan Sastra Balai Bahasa Provinsi Papua, Anton Maturbongs kepada wartawan di Sentani mengungkapkan, bahwa kegiatan serupa juga dilaksanakan di 10 Provinsi lain yang ada di Indonesia.
Disinggung mengenai bahasa-bahasa lokal yang telah punah atau yang penuturnya makin sedikit, Anton menuturkan bahwa saat ini pihaknya telah mendorong sejumlah DPRK yang ada di tingkat kabupaten/kota untuk membuat suatu regulasi agar ada peraturan daerah yang mampu melestarikan bahasa daerah dan di terapkan dalam muatan lokal di sekolah dasar.
“Untuk itu kami sudah mendorong DPR yang ada di tingkat kabupaten/kota untuk membuat sebuah regulasi agar bahasa daerah dapat dilestarikan” kata Singkat Anton.
Pernyataan Anton yang menyatakan bahwa pihaknya sudah mendorong agar pemerintah daerah di tingkat Kabupaten/Kota untuk membuat suatu peraturan daerah yang bertujuan untuk pelestarian bahasa ini terkesan sangat terlambat.
Dimana peraturan tersebut sejauh ini baru ada di sejumlah Kabupaten yakni Kabupaten Merauke, Papua Selatan dan juga Jayawijaya, Papua Pegunungan saja.
Jika menilik pada tulisan Paraparatv.id yang berjudul ‘Senja Bagi Bahasa Marori-Mengey‘ yang diterbitkan medio 2023 lalu apa yang didorong oleh Balai Bahasa sangatlah terlambat.
Dimana peraturan untuk perlindungan bahasa ibu di Kabupaten Merauke dan Jayawijaya yang di klaim oleh Maturbongs berkat dorongan pihaknya itu terkesan sangatlah terlambat.
Karena saat ini penutur bahasa daerah khususnya Marori-Mengey hanya tidak lebih dari lima orang dan usainya telah lanjut.
Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Jayapura, khususnya bagi bahasa dari suku Tepera yang mendiami pesisir tanah merah, Distrik Depapre. Dimana penutur bahasa bagi masyarakat adat Tepera juga sudah banyak yang telah lanjut usia.
Hal ini membuktikan bahwa Balai Bahasa Provinsi Papua tidak mampu melestarikan bahasa ibu yang kian hari kian terancam punah.
Bahkan lembaga tersebut hanya mampu membuat program yang bersifat seremonial ketimbang membuat suatu gerakan nyata dalam mempertahankan bahasa daerah yang kian hari kian terancam. (Arie)