Example floating
Example floating
KABAR SENTANIPendidikan

KEMTUK GRESI : Keadilan Hanya Sebuah Mitos

3610
×

KEMTUK GRESI : Keadilan Hanya Sebuah Mitos

Sebarkan artikel ini
Anggota Bhabinkamtibmas Polsek Kemtuk Gresi, Aipda Yosafat Demey saat memberikan materi pembelajaran kepada kedua peserta didiknya. Foto : Ari Bagus Poernomo
Example 468x60

Setiap tahunnya Pemerintah Kabupaten Jayapura kerap mengklaim bahwa IPM di daerah itu terus meningkat, namun fakta berkata lain. Angka Buta Aksara di Kemtuk Gresi sangatlah tinggi.

Catatan : Ari Bagus Poernomo

USAI berbenah dan mempersiapkan bahan yang akan digunakan untuk mengajar, Aipda Yosafat Demey langsung bergegas meninggalkan Mapolsek Kemtuk Gresi.

Dengan mengendarai motor dinasnya, anggota Bhabinkamtibmas Polsek Kemtuk Gresi itu menuju ke kampung Yanbra untuk menemui warga binaannya yang ada di Kampung itu.

Kondisi jalan yang rusak dan jembatan yang hampir patah tidak menyurutkan semangat Aipda Yosafat Demey untuk mengentaskan buta aksara di wilayah tugasnya itu.

Setibanya di Kampung Yanbra, anggota Bhabinkamtibmas ini harus mencari dan mengumpulkan warga binaannya terlebih dahulu untuk mengikuti materi pelajaran yang akan diberikannya.

Sore itu, Senin 22 April 2024 hanya ada dua peserta didiknya yang tengah berada di kampung sementara yang lain masih beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di kebun.

Aipda Yosafat Demey saat menyambangi kediaman Blandina Nasadit, warga binaannya di Kampung Yanbra, Distrik Kemtuk Gresi. Foto : Ari Bagus Poermomo

Dua peserta yang ditemui di kampung itu adalah Marthen Bairam (22) dan Blandina Nasadit.

Blandina Nasadit wanita paruh baya yang berdiam di Kampung Yanbra saat di kunjungi oleh Aipda Yosafat Demey baru saja usai mengerjakan pekerjaan rumah tangganya.

Sementara Marthen Bairam kala itu sedang berkumpul dengan warga lainnya di Kampung Yanbra, dimana saat itu sedang ada persiapan untuk ibadah penguatan bagi salah satu keluarga di kampung itu yang ditinggal mangkat oleh kerabatnya.

Aipda Yosafat Demey saat menjemput Marthen Bairam untuk mengikuti proses belajar mengajar. Foto : Ari Bagus Poermomo

Usai keduanya dipanggil dan berkumpul di rumah belajar, Aipda Yosafat Demey mengeluarkan dan memberikan beberapa lembar kertas dan pulpen  kepada Blandina dan Marthen dari tas yang sedari awal telah dipikulnya.

Usai Aipda Yosafat menuliskan susunan abjad pada secarik kertas dan meminta keduanya untuk menuliskan hal yang sama pada kertas yang telah diberikan sebelumnya.

Bagi orang awam dan anak usia dini lainnya, materi pelajaran yang diberikan oleh anggota Bhabinkamtibmas ini sangatlah mudah yakni hanyalah pengenalan angka dan huruf.

Namun bukanlah hal yang mudah bagi Blandina dan Marthen. Karena keduanya memang buta akan apa itu angka dan huruf.

Meski tidak mengenal angka dan huruf namun keduanya fasih dalam berbahasa Indonesia.

“Saya punya mata kabur lihat ini (susunan abjad), saya punya tangan juga gemetar untuk tulis, ini silau sekali saya tidak bisa lihat jelas, saya mau bantu keluarga untuk malam penghiburan dulu” kata Marthen saat mengikuti proses belajar mengajar sore itu.

Marthen Bairam saat mengikuti materi pembelajaran yang disampaikan oleh Aipda Yosafat Demey. Foto : Ari Bagus Poernomo

Berbeda dengan Marthen yang memberikan seribu satu alasan untuk meninggalkan lokasi tempat proses belajar mengajar dilaksanakan, Blandina Nasadit jauh lebih tenang. Bahkan abjad yang ditirukan oleh Blandina dalam secarik kertas itu jauh lebih rapih dari Abjad yang disusun oleh Aipda Yosafat Demey.

Selain mama Blandina dan Marthen ada pula beberapa warga lainnya juga menyandang buta aksara. Dua warga lainnya adalah Bastian Bairam dan juga Hana Bairam.

Keempat warga di Kampung Yanbra ini merupakan 1 keluarga dimana Blandina adalah ibu dari Marthen, Bastian dan juga Hana Bairam.

Selain Keluarga Bairam, adapula beberapa keluarga lainnya di Kampung itu yang beberapa anggotanya yang tidak paham akan apa itu huruf dan angka.

Dari data yang berhasil dihimpun paraparatv.id total ada 6 keluarga di Kampung Yanbra yang anggota dikenal sebagai penyandang Buta Aksara, termasuk keluarga Bairam.

Keluarga Bairam yang berdiam di Kampung Yanbra, Distrik Kemtuk Gresi ini adalah potret tidak meratanya pembangunan di Kabupaten Jayapura dalam bidang pendidikan.

Sehingga nampak jelas bahwa Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang tercantum dalam Sila Ke 5 Pancasila hanya berlaku di wilayah perkotaan saja,  sementara keadilan dalam dunia pendidikan tidak berlaku di daerah pelosok Papua.

Aipda Yosafat Demey, mengungkapkan semenjak ditugaskan sebagai Bhabinkamtibmas di Polsek Kemtuk Gresi, dirinya merasa miris karena di era globalisasi dan teknologi yang kian hari kian pesat perkembangannya ini dirinya masih menemukan ada warga penyandang buta aksara.

Bahkan menurutnya yang lebih mencengangkan angkanya cukup tinggi.

“Untuk di Kampung Yanbra sendiri kurang lebih ada enam keluarga. Masing-masing di setiap keluarga ada satu anggota keluarganya yang tidak bisa baca tulis dan kebanyakan anggota keluarganya itu sudah berusia lanjut. Tapi yang lebih mencolok adalah keluarga Bairam karena, 4 anggota keluarga Bairam ini semuanya tidak bisa baca tulis” kata Demey.

Demey mengemukakan, kesabarannya sering sering diuji saat saat memberikan materi pelajaran bagi para penyandang buta aksara di setiap kampung binaannya yang ada di Kemtuk Gresi.

Jika dapat memilih, Demey akan lebih memilih mengajari anak-anak usia dini untuk menerima setiap materi pelajaran yang ia bawakan.

Namun hal itu seakan tidak dapat dia lakukan karena baginya mengentaskan buta aksara di tempat tugasnya adalah ‘Panggilan’ terlepas dari profesinya selaku anggota Bhabinkamtibmas.

Karena menurutnya, sebagai pengayom dan pelindung masyarakat Polisi harus lebih peka dalam merespon segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya.

“Termasuk dengan pengentasan buta aksara. Bagaimana mungkin kita bisa membiarkan saudara-saudara kita ini hidup dalam kegelapan bertahun-tahun seperti ini. Tidak boleh. Karena itu kita selaku Polisi atau siapapun itu harusnya hadir untuk menjadi cahaya bagi mereka” ucapnya.

Dikatakannya, Program Gerakan Baca Tulis (Gabus) yang dicanangkan dan dijalankan Oleh Kapolres Jayapura, AKBP Fredrikus Macklarimboen dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini bagaikan pelita yang memancarkan cahaya di dalam kegelapan.

Karena program yang dijalankan oleh hampir seluruh anggota Bhabinkamtibmas yang tersebar di seluruh Polsek jajaran di Kabupaten Jayapura ini mampu memberi harapan, bagi seluruh masyarakat Kabupaten Jayapura yang menetap di wilayah terpencil dan belum tersentuh pembangunan dalam dunia pendidikan.

Ditambahkannya, selama bertugas di Polsek Kemtuk Gresi sebagai anggota Bhabinkamtibmas dan juga guru, sudah banyak warga yang berhasil ia cerahkan dalam hal membaca dan menulis.

“Paling tidak, mereka bisa tulis nama mereka sendiri dan bisa membaca itu sudah cukup. Karena kalau mereka sudah bisa membaca dan menulis pastinya segala hal yang baik juga akan mengikutinya” kata Demey.

Setelah peserta didiknya fasih dalam menulis dan membaca, Aipda Yosafat Demey menuturkan bahwa pihaknya akan menerbitkan Surat Melek Aksara (Sukma) dikatakannya surat itu kedepannya dapat digunakan oleh para peserta didik yang tergabung dalam Program Gabus untuk mengikuti Ujian Nasional Paket A setingkat Sekolah Dasar (SD).

Setelah memiliki Ijazah Paket A para peserta belajar ini nantinya bisa mengikuti pendidikan formal di sekolah ataupun lembaga pendidikan lainnya untuk mendapatkan ijazah Paket B setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan juga Paket C untuk tingkat SMA.

Selain Kampung Yanbra, hal yang sama juga ditemui di Kampung Bring. Untuk di Kampung Bring saja total ada 11 warga yang tercatat sebagai penyandang Buta Aksara. Hal ini baru terungkap saat dirinya membuka kelas Gabus di Kampung Bring, Rabu (24/04) kemarin.

“Sebelas warga Kampung Bring ini baru data awal. Masih ada lain bahkan mungkin lebih banyak lagi” Kata Yosafat Demey.

Foto bersama usai pembukaan Kelas Gabus di Kampung Bring, Distrik Kemtuk Gresi, Kabupaten Jayapura. Foto :Ari Bagus Poermomo

Melihat catatan pendidikan yang begitu miris di Kabupaten Jayapura khususnya di Distrik Kemtuk Gresi, tidak menutup kemungkinan hal yang sama dapat ditemukan di kampung-kampung dan distrik lain yang berada jauh dari pusat pemerintahan.

Kedepan, Pemkab Jayapura diharapkan tidak terus menerus mengklaim bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah itu naik setiap tahunnya.

Karena hal itu akan bertentangan dengan fakta yang ditemukan di lapangan. Sebab keadilan dalam dunia pendidikan tidak berlaku di daerah pelosok dan akan tetap menjadi sebuah mitos jika tidak diseriusi. (***)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *