Paraparatv.id | Sentani | Situasi Papua saat ini ditenggarai telah terjadi eksploitasi sumber daya alam, hutan, tanah dan sebagainya yang cukup hebat. Di samping itu eksploitasi ini diikuti dengan apa yang disebut depopulasi.
Hal ini ditegaskan oleh Yafet Leonard Samperante dari Yayasan Pustaka, di sela kegiatan Sarasehan di Kampung Ayapo, Distrik Sentani Timur, Rabu (26/10).
“Istilah depopulasi ini juga masih berkenaan dengan persoalan-persoalan struktural dan menggunakan pendekatan keamanan,” ujarnya.
Lebih spesifik, dikatakan pendekatan ini dilakukan dengan pergerakan aparat keamanan (militer) di tempat-tempat dimana ada sumber-sumber ekonomi.
Kondisi ini mengakibatkan masyarakat adat terpinggirkan, bukan saja karena tekanan secara politik tetapi juga tekanan secara ekonomi.
“Dalam situasi seperti ini di tengah keterbatasan masyarakat untuk mengelola atau mengendalikan situasi kekerasan, ketidakamanan dan investasi yang bertubi-tubi ini, mestinya yang harus diperkuat adalah masyarakat adat setempat,” ujarnya menambahkan.
Yafet mengatakan, harus dibangun kekuatan utama masyarakat setempat dengan apa yang disebut dengan pembela hak asasi manusia dan lingkungan.
“Jadi ada aktor-aktor tertentu di masyarakat yang cukup independen, mereka dididik supaya mempunyai pengetahuan dalam menghadapi situasi yang sedang berubah ini,” ungkapnya.
Hal berikutnya adalah melakukan tekanan besar-besaran kepada negara bukan saja hanya yang ada di daerah, tetapi juga di nasional bahkan internasional.
“Karena ini saling terkait antara pemerintah di daerah, nasional bahkan di internasional yang melibatkan aktor-aktor atau yang disebut transnasional korporasi atau perusahaan-perusahaan transnasional sehingga ada dukungan internasional untuk kepentingan perubahan di Tanah Papua,” ujar Yafet di Obhe Kampung Ayapo, Rabu (26/10) siang.
Lebih lanjut dikatakan, saat ini Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menerbitkan Panduan Prinsip-prinsip Bisnis dan HAM, dimana negara juga korporasi untuk mematuhi prinsip-prinsip tersebut.
“Misalnya sebelum perusahaan tersebut beroperasi mereka harus melakukan apa yang disebut dengan DU Dirigen terkait dengan hak asasi manusia, jadi mereka harus memeriksa semua, dari awal rencana sampai produksinya agar tidak terjadi pelanggaran HAM termasuk perampasan terhadap hak-hak masyarakat adat,” ucapnya.
Idealnya, kata Yafet, negara hadir untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat tetapi di dalam hal ini faktanya berbeda dimana pemerintah lebih sering membela korporasi daripada membela kepentingan masyarakat.
“Sudah saatnya negara dan korporasi harus menghormati apa yang menjadi keputusan masyarakat berdasarkan Prinsip-prinsip Bisnis dan HAM dari PBB,” pungkasnya. (RZ/MC-KMAN)