Example floating
Example floating
AdvetorialKMAN VISosial Budaya

Konsolidasi Jurnalis Pribumi: Menjauhkan Suara dari Desa

182
×

Konsolidasi Jurnalis Pribumi: Menjauhkan Suara dari Desa

Sebarkan artikel ini
Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi (berdiri) saat memberikan materi kepada sejumlah jurnalis

Paraparatv.id | Balikpapan | Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyelenggarakan konsolidasi Jurnalis Masyarakat Adat (JMA) pada 18-19 April 2025 di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

Konsolidasi yang berlangsung selama dua hari dengan melibatkan jurnalis yang bekerja di media arus utama tersebut bertujuan untuk membentuk sayap organisasi AMAN sekaligus mengembangkan jurnalisme yang tidak memihak, adil, dan mampu meliput seluruh aspek kehidupan Masyarakat Adat.

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi dalam sambutan pembukaan pada acara konsolidasi ini menegaskan pentingnya peran Jurnalis Adat sebagai media komunikasi yang hidup di tengah masyarakat.

Rukka mengangkat contoh praktik jurnalisme partisipatif seperti Ruai SMS yang menempatkan Masyarakat Adat untuk dapat menyampaikan informasi secara langsung dari desanya sendiri.

Menurutnya, inisiatif semacam ini membuktikan bahwa media mampu menjadi alat perjuangan yang mengakar dan menjangkau wilayah-wilayah yang selama ini luput dari perhatian media arus utama.

Rukka menjelaskan bahwa media adalah alat perjuangan. Bukan hanya untuk melawan stigma dan narasi yang menyudutkan, tetapi juga untuk menyampaikan berbagai permasalahan yang dihadapi Masyarakat Adat, mulai dari perampasan tanah, hilangnya sumber daya, hingga pengabaian hukum dan peraturan adat.

“Betapa kuatnya media dalam membentuk cara pandang. Dari tulisan-tulisan Jurnalis Adat, kita dapat memahami perjuangan Masyarakat Adat langsung dari desa mereka,” kata Rukka pada acara konsolidasi JMA.

Konsolidasi dihadiri oleh perwakilan Jurnalis Pribumi dari daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Kepulauan Maluku, Bali-Nusra, Papua.

Dalam forum konsolidasi ini, pada hari pertama para peserta berbagi pengalaman dan menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi Jurnalis Adat yang bekerja di daerah rawan konflik. Isu keamanan dan intimidasi menjadi pembahasan utama, terutama bagi Jurnalis Adat yang bersentuhan langsung dengan konflik tanah dan proyek berskala besar.

Hari kedua konsolidasi difokuskan pada upaya merumuskan identitas Jurnalis Adat, serta bagaimana mereka menjalankan peran jurnalistiknya di komunitas Adat. Beberapa prinsip dasar yang harus dijalankan oleh Jurnalis Adat dalam konsolidasi ini adalah keberpihakan kepada masyarakat Adat, penghormatan terhadap etika jurnalistik yang sejalan dengan nilai-nilai tradisional, serta komitmen dalam menulis untuk memperkuat perjuangan dan keberlanjutan kehidupan Adat.

Konsolidasi juga menyentuh hak dan tanggung jawab Jurnalis Adat, termasuk perlunya perlindungan hukum, pengembangan kapasitas, dan kewajiban untuk menjaga integritas dan kerahasiaan informasi mengenai masyarakat Adat.

Hak Masyarakat Adat untuk Menentukan Diri Mereka Sendiri
Dalam sesi diskusi, Rukka menegaskan hak Masyarakat Adat untuk mendefinisikan diri mereka sendiri. Setiap komunitas memiliki sejarah dan konteks yang berbeda. Masyarakat Adat telah mengalami berbagai bentuk penjajahan, mulai dari Kesultanan, penjajahan Eropa, hingga negara-negara pascakolonial, yang secara terus-menerus mencoba menundukkan identitas Masyarakat Adat dalam batas-batas yang ditentukan dari luar.

” Hak atas identifikasi diri , yang berhak mendefinisikan Masyarakat Adat adalah Masyarakat Adat itu sendiri,” tegasnya seraya menambahkan bahwa ada yang istimewa pada Masyarakat Adat: ada manusia, ada hukum dan peraturan adat, ada wilayah adat, dan ada pengetahuan adat.

Rukka mencontohkan banyak ketentuan adat yang bersifat organik dan tidak selalu diberi nama resmi. Seperti di Kedang Ipil misalnya, masyarakat mungkin tidak secara tegas menyebutkan adanya ketentuan adat, namun mekanisme kepemimpinannya tetap hidup dan terlihat jelas ketika kegiatan adat berlangsung.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyelenggarakan konsolidasi Jurnalis Masyarakat Adat (JMA) pada 18-19 April 2025 di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

Konsolidasi yang berlangsung selama dua hari dengan melibatkan jurnalis yang bekerja di media arus utama tersebut bertujuan untuk membentuk sayap organisasi AMAN sekaligus mengembangkan jurnalisme yang tidak memihak, adil, dan mampu meliput seluruh aspek kehidupan Masyarakat Adat.

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi dalam sambutan pembukaan pada acara konsolidasi ini menegaskan pentingnya peran Jurnalis Adat sebagai media komunikasi yang hidup di tengah masyarakat.

Rukka mengangkat contoh praktik jurnalisme partisipatif seperti Ruai SMS yang menempatkan Masyarakat Adat untuk dapat menyampaikan informasi secara langsung dari desanya sendiri.

Menurutnya, inisiatif semacam ini membuktikan bahwa media mampu menjadi alat perjuangan yang mengakar dan menjangkau wilayah-wilayah yang selama ini luput dari perhatian media arus utama.

Rukka menjelaskan bahwa media adalah alat perjuangan. Bukan hanya untuk melawan stigma dan narasi yang menyudutkan, tetapi juga untuk menyampaikan berbagai permasalahan yang dihadapi Masyarakat Adat, mulai dari perampasan tanah, hilangnya sumber daya, hingga pengabaian hukum dan peraturan adat.

“Betapa kuatnya media dalam membentuk cara pandang. Dari tulisan-tulisan Jurnalis Adat, kita dapat memahami perjuangan Masyarakat Adat langsung dari desa mereka,” kata Rukka pada acara konsolidasi JMA.

Konsolidasi dihadiri oleh perwakilan Jurnalis Pribumi dari daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Kepulauan Maluku, Bali-Nusra, Papua.

Dalam forum konsolidasi ini, pada hari pertama para peserta berbagi pengalaman dan menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi Jurnalis Adat yang bekerja di daerah rawan konflik. Isu keamanan dan intimidasi menjadi pembahasan utama, terutama bagi Jurnalis Adat yang bersentuhan langsung dengan konflik tanah dan proyek berskala besar.

Hari kedua konsolidasi difokuskan pada upaya merumuskan identitas Jurnalis Adat, serta bagaimana mereka menjalankan peran jurnalistiknya di komunitas Adat. Beberapa prinsip dasar yang harus dijalankan oleh Jurnalis Adat dalam konsolidasi ini adalah keberpihakan kepada masyarakat Adat, penghormatan terhadap etika jurnalistik yang sejalan dengan nilai-nilai tradisional, serta komitmen dalam menulis untuk memperkuat perjuangan dan keberlanjutan kehidupan Adat.

Konsolidasi juga menyentuh hak dan tanggung jawab Jurnalis Adat, termasuk perlunya perlindungan hukum, pengembangan kapasitas, dan kewajiban untuk menjaga integritas dan kerahasiaan informasi mengenai masyarakat Adat.

Hak Masyarakat Adat untuk Menentukan Diri Mereka Sendiri
Dalam sesi diskusi, Rukka menegaskan hak Masyarakat Adat untuk mendefinisikan diri mereka sendiri. Setiap komunitas memiliki sejarah dan konteks yang berbeda. Masyarakat Adat telah mengalami berbagai bentuk penjajahan, mulai dari Kesultanan, penjajahan Eropa, hingga negara-negara pascakolonial, yang secara terus-menerus mencoba menundukkan identitas Masyarakat Adat dalam batas-batas yang ditentukan dari luar.

” Hak atas identifikasi diri , yang berhak mendefinisikan Masyarakat Adat adalah Masyarakat Adat itu sendiri,” tegasnya seraya menambahkan bahwa ada yang istimewa pada Masyarakat Adat: ada manusia, ada hukum dan peraturan adat, ada wilayah adat, dan ada pengetahuan adat.

Rukka mencontohkan banyak ketentuan adat yang bersifat organik dan tidak selalu diberi nama resmi. Seperti di Kedang Ipil misalnya, masyarakat mungkin tidak secara tegas menyebutkan adanya ketentuan adat, namun mekanisme kepemimpinannya tetap hidup dan terlihat jelas ketika kegiatan adat berlangsung.

Konsolidasi Jurnalis Pribumi. Dokumentasi SAFE
Pengalaman JMA di Lapangan
Konsolidasi menjadi ruang bagi Jurnalis Pribumi (JMA) untuk berbagi pengalaman saat meliput di lapangan. Arman Sely, salah satu peserta konsolidasi dari JMA Palu menceritakan pengalamannya diintimidasi oleh oknum militer saat meliput aktivitas perusahaan pengangkut material untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Arman bahkan diminta menghentikan kegiatan jurnalistiknya.
Hal serupa juga dialami Maruli Simanjuntak dari JMA Tano Batak. Usai menulis laporan tentang kerusakan lingkungan oleh perusahaan Toba Pulp Lestari (TPL), Maruli mendapat ancaman penculikan. Keluarganya juga menjadi sasaran teror.

“Konsolidasi ini penting untuk memperkuat perlindungan dan memberikan kepastian hukum bagi jurnalis Pribumi,” kata Maruli.

Menanggapi berbagai pengalaman JMA, Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi berharap proses pembentukan sayap organisasi JMA di AMAN dapat segera dirampungkan. Hal ini berguna agar Jurnalis Pribumi dapat bekerja dengan aman, nyaman, dan diakui secara formal. Kemudian, Jurnalis Adat dapat terus menyuarakan realitas dari desa-desa yang belum tersentuh oleh media umum.

“Kami menyadari bahwa masih banyak isu di wilayah adat dan masyarakat Pribumi yang belum tersentuh oleh media. Di sinilah JMA hadir dan mengisi ruang tersebut. JMA adalah penjaga cerita dan saksi sejarah dari wilayah adat mereka sendiri,” pungkas Rukka (Nesta)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *