Paraparatv.id | Jayapura | Kasus penyalahgunaan narkotika yang melibatkan Thomas Sondegau (Thomas), anggota DPR Provinsi Papua kini akan memasuki masa persidangan pra peradilan pada November 2021.
Kasus yang terjadi melibatkan Thomas Sondegau ini menjadi perkara yang ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) dan Kantor Hukum Aris Azhar dan Partner (HAP) selaku Tim Kuasa Hukum Thomas.
Tim kuasa hukum melihat ada sejumlah kejanggalan yang berakibat pada tercederainya hak-hak klien mereka itu.
Kasus tersebut juga dilihat sebagai salah satu bentuk kriminalisasi terhadap seseorang dengan melanggengkan praktik stigma dan diskriminasi terhadap penggunaan narkotika.
Melalui tim kuasa hukum Thomas Sondegau yang menelusuri kejanggalan-kejanggalan dalam penangkapan Thomas pada 27 September 2021 lalu, mengungkap beberapa temuan yaitu;
Pertama, penangkapan yang dilakukan terhadap Thomas menyalahi proses yang diatur dalam KUHAP. Saat penangkapan, Thomas tidak diperlihatkan Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penggeledahan.
Hal tersebut menunjukkan indikasi adanya praktik penjebakan yang dilakukan pihak kepolisian dengan memanfaatkan pihak ketiga untuk melakukan jebakan dalam penangkapan Thomas;
Kedua, proses penahanan dilakukan secara sewenang-wenang karena tidak ada surat penahanan yang ditunjukkan kepada Thomas dan kepada keluarganya. Pada proses penahanan, Thomas juga tidak diperkenankan untuk didampingi oleh tim kuasa hukumnya;
Ketiga, proses penetapan tersangka terhadap Thomas tidak sesuai dengan prosedur hukum acara pidana. Berdasarkan Pasal 184 KUHAP, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, setidaknya harus didasari 2 (dua) alat bukti. Dalam proses penanganan perkara Thomas, bukti yang ditemukan menunjukkan keterangan yang berbeda;
Keempat, adanya dugaan penjebakan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian dengan menggunakan perempuan berinisial R sebagai alat untuk merekayasa kasus Thomas, seolah-olah TS memiliki dan menyalahgunakan narkotika.
Dugaan penjebakaan tersebut semakin kuat karena perempuan yang ditangkap bersama Thomas tidak dilakukan penahanan. Padahal saat dilakukan pemeriksaan oleh pihak Kepolisian, perempuan tersebut dinyatakan positif (+) menggunakan narkotika;
Kelima, hasil tes laboratorium yang dilakukan oleh RSKO dan hasil tes laboratorium yang dilakukan oleh BNN Provinsi DKI Jakarta menyatakan Thomas negatif (-) menggunakan narkotika, berbeda dengan hasil penyidikan Kepolisian;
Keenam, terdapat intervensi dari pihak Kejaksaan kepada keluarga Thomas untuk meminta Thomas mencabut surat kuasa kepada salah seorang tim kuasa hukum. Hal ini menunjukan pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang menangani perkara TS tidak menjalankan tugas dengan professional, bahkan mengingkari doktrin Tri Krama Adhyaksa.
Terkait segala dugaan tersebut, Tim Kuasa Hukum Thomas kemudian mendaftarkan permohonan pra peradilan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun persidangan pertama pra peradilan tersebut akan diselenggarakan pada tanggal 29 November 2021.
Upaya pra peradilan tersebut diajukan sebagai sarana koreksi atas segala tindakan yang dilakukan pihak Kepolisian dan Kejaksaan dalam menangani perkara Thomas, agar penegakan hukum dalam tindak pidana narkotika tidak menjadi sarana rekayasa kasus yang terus berulang. (AY/)