Paraparatv.id | Jayapura | Pengawas Pemilu Papua melayangkan rekomendasi ke Badan Kepegawaian Negara terkait dugaan pelanggaran netralitas oleh Penjabat Walikota Jayapura. Hal itu dikatakan Anggota Bawaslu Papua, Yofrey Piryamta dalam keterangan persnya, Kamis (14/11/2024).
Yamta menerangkan, rekomendasi itu berdasarkan hasil kajian terhadap laporan dugaan pelanggaran netralitas Pj Walikota Jayapura. Kendati begitu, Yamta tak menyebutkan apa saja poin-poin dalam rekomendasi tersebut.
“Kami sepakat kirim rekomendasi ke BKN terkait dugaan pelanggaran netralitas Pj Walikota Jayapura. Tinggal nanti BKN secara internal sesuai mekanisme dan prosedur mereka menangani rekomendasi bawaslu,” ucapnya.
Sebelumnya, Bawaslu Papua telah menghentikan proses lanjutan terhadap laporan rekaman viral yang menyeret Pj Walikota Jayapura pada 11 November lalu.
Ketua Bawaslu Papua, Hardin Halidin mengungkapkan, keputusan itu berdasarkan hasil pembahasan kedua bersama Gakkumdu.
“Mestinya kalau dilanjutkan, ini sudah masuk pada penyidikan di kepolisian. Tetapi karena kesimpulan di pembahasan kedua bersama Gakumdu tidak bisa dilanjutkan, sehingga laporan ini dihentikan,” ujar dia.
Lanjutnya, rekaman suara Pj Walikota Jayapura yang dijadikan alat bukti di anggap belum cukup kuat. Karena alat bukti itu bukan rekaman asli, melainkan diambil dari WhatsApp grup.
“Untuk membuktikan rekaman tersebut adalah rekaman aslinya, butuh pemeriksaan secara forensik dan butuh waktu yang lama. Sementara Bawaslu hanya punya waktu lima hari sesuai undang-undang untuk memprosesnya,” ucapnya.
Sementara itu Praktisi Hukum Gustaf Kawer menilai Bawaslu sangat keliru dalam mengambil keputusan. Pasalnya secara hukum kasus tersebut telah memenuhi unsur pidana dimana didalam rekaman tersebut sangat jelas PJ Walikota Jayapura Christian Sohilait mengarahkan Kepala-Kepala Kelurahan untuk mengamankan surat suara demi memenangkan paslon tertentu.
Selain itu dalam pembicaraan berdurasi 9 menit itu, PJ menjelaskan terkait pengkondisian berbagai pihak mulai dari pusat hingga daerah untuk hal tertentu.
Berdasarkan itu, maka jelas adanya pelanggaran tindak pidana pemilu. Apalagi rekaman itu dibenarkan saksi serta adanya pengakuan dari PJ Walikota Jayapura sebagai Terlapor.
“Jadi kalau bilang tidak memenuhi unsur pidana pemilu, saya kira ini keliru besar, karena rekaman sudah ada, pengakuan dari terlapor dan keterangan saksi-saksi, jadi alat buktinya cukup, untuk memenuhi unsur pidana,”
Iapun menjelaskan didalam rekaman memang tidak disebutkan nama kandidat yang dimaksud, namun PJ mengarahkan jajarannya untuk mengamankan suara suara di masing masing TPS, dengan ini jelas melakukan tindak pidana pemilu karena terlapor terbukti melanggar aturan tentang Kode Etik ASN.
“Masyarakat awam pun tau kalau kasus ini, kasus yang serius karena jelas terbukti ada pelanggaran pidana pemilu didalamnya,” kata Gustaf.
Gustaf menilai keputusan ini merusak citra demokrasi, dimana semestinya bawasu hadir untuk mengawasi jalannya pesta demokrasi, akan tetapi dengan adanya keputusan ini menjadi contoh buruk bagi masyarakat.
“Dengan putusan ini kita bisa menduga bawaslu ini telah disusupi sesuatu dan bisa saja ini cara untuk meloloskan kandidat tertentu,” tuturnya.
Ia berharap adanya sikap tegas dari pihak yang merasa dirugikan atas kasus tersebut dengan melapor Bawaslu ke DKPP, sebab keputusan ini bagian dari pelanggaran Kode Etik Bawaslu.
“Kalau ada yang merasa dirugikan, lapor saja semua Komisioner Bawaslu ke DKPP, karena ini sudah melangar etik,” imbuhnya.(*)