Dewasa ini para pemuda cenderung memilih bermigrasi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang diimpikan, tanpa disadari para pemuda meninggalkan lahan di kampung yang merupakan aset yang dapat menjamin masa depan.
Catatan : Ari Bagus Poernomo
PAPUA memiliki struktur tanah yang baik untuk pengembangan pertanian dan perkebunan, namun di era modernisasi ini, lahan yang baik dan dapat menjamin kehidupan masyarakat Papua itu berangsur ditinggalkan.
Hal ini disebabkan karena mayoritas pemuda saat ini lebih cenderung mengejar profesi yang diimpikan ketimbang mengolah lahan yang ada di kampung untuk pertanian dan perkebunan.
Caroline Mehue, warga Kampung Putali, Distrik Ebungfau, Kabupaten Jayapura saat ditemui mengatakan bahwa perlu ada suatu gerakan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat itu sendiri untuk menggerakkan pemuda agar dapat kembali ke kampung.
“Saat ini banyak pemuda yang menganggur. Mereka ke kota dengan alasan untuk mencari kerja tetapi sampai saat ini banyak juga yang belum bekerja” katanya.
Menurutnya, jika pemuda kembali ke kampung itu adalah hal yang baik. Dengan begitu para pemuda dapat mengelola lahan yang ada di kampung.
Kata Caroline, lahan atau tanah yang diberikan Tuhan jauh lebih menjanjikan ketimbang harus ke kota untuk mengejar profesi yang diimpikan namun belum pasti.
“Kita punya dusun, kita punya lahan ini cukup besar. Tapi tidak ada yang kelola terutama anak-anak muda. Kalau mereka kembali ke kampung dan kelola lahan ini dengan baik pasti mereka akan sukses” ucapnya.
Diungkapkannya, pada era tahun 70an masyarakat adat Sentani saat itu masih bergantung pada sumber daya alam yang ada di sekitar Danau Sentani.
Dan menurutnya banyak masyarakat yang hidup berkecukupan bahkan lebih dari hasil pengolahan lahan yang ada di dusun dan kampung.
“Jadi perlu ada pandangan dan pencerahan agar para pemuda ini bisa bekerja dari kampung untuk memenuhi kebutuhan mereka sehingga tidak perlu ke kota mengejar apa yang belum pasti” ucapnya.
Sementara itu Ondofolo Kampung Putali, John Victor Monim mengungkapkan bahwa ia rela menghibahkan lahan yang ada dikampung tersebut kepada para pemuda jika ingin dikelola dengan baik.
Kata Ondo, saat ini masih banyak lahan di Kampung Putali yang tidak digunakan.
“Untuk masa depan pemuda saya bisa memberikan lahan kepada mereka untuk dikelola, karena pemuda adalah masa depan bagi daerah ini” ucapnya.
Kata dia, pengolahan lahan nantinya bisa dilakukan secara perlahan dan bertahap. “Bisa dimulai dengan tanam sagu dulu, tanam rica (Cabai) dulu” ungkapnya.
Menurutnya jika tahapan-tahapan itu sudah selesai maka kedepan para pemuda hanya tinggal memanen hasil dari apa yang dikerjakan itu.
“Contoh kalau tanam rica, kalau sudah panen. Anak-anak muda kita ini bisa menjual hasil panennya ke kota, dan pasti akan mendapatkan uang yang dapat memenuhi kehidupannya sehari-hari” tukasnya.
Oleh sebab itu dia berharap para Pemuda dapat kembali ke kampung untuk mengelola lahan yang ada di Kampung.
Harapan masyarakat kampung Putali ini rupanya mendapatkan respon yang baik dari Polres Jayapura.
Dalam beberapa waktu terakhir ini Polres Jayapura gencar mengkampanyekan gerakan tanam sagu dan kembali mengkonsumsi pangan lokal.
Jumat, (07/10) Polres Jayapura menggelar acara Baku Bicara di Kampung Putali.
Dalam kegiatan tersebut Kapolres Jayapura, AKBP Fredrick Macklarimboen mengatakan bahwa pihaknya siap mendukung pengembangan pangan lokal yang ada di setiap Kampung di Kabupaten Jayapura.
Menurutnya, saat ini, harga beras yang merupakan salah satu komoditi pangan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat sedang meroket harganya.
Hal ini disebakan karena Kabupaten Merauke yang merupakan pemasok beras untuk 6 Provinsi di Tanah Papua mengalami gagal panen.
Sehingga saat ini, pemerintah terpaksa harus mendatangkan beras dari luar Papua. Hal itulah yang menyebabkan harga beras di Papua saat ini cukup tinggi.
Oleh sebab itu, Kapolres mengajak seluruh masyarakat untuk dapat kembali mengkonsumsi makanan lokal.
Dikatakan Kapolres, sebenarnya tidak ada yang beda antara pangan lokal dan beras.
Oleh sebab itu dirinya mengajak masyarakat untuk dapat merubah mindset bahwa makan sagu bisa bisa kenyang.
“Mindset selama inikan, kalau tidak makan nasi tidak kenyang. Nah ini yang harus kita ubah. Makan sagu saya kenyang” kata Kapolres.
Lebih jauh dikatakan Kapolres, makanan lokal seperti Sagu, Keladi, Petatas dan lain sebagainya memiliki jumlah karbohidrat yang lebih rendah dari pada beras.
Sehingga pastinya lebih sehat, ketimbang beras yang jumlah karbohidratnya jauh lebih tinggi.
“Kalau terlalu sering makan nasi juga kurang baik, karena kita bisa saja kena penyakit gula” ungkap Kapolres.
“Bisa juga diselingi, hari senin makan nasi, selasa papeda, rabu keladi dan seterusnya” tambahnya.
Karena menurut Kapolres, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi semua jadi serba instan termasuk dengan penyajian makanan.
Penyajian makanan yang saat ini menggunakan teknologi belum tentu bisa menjamin kualitas kesehatannya.
Berbeda dengan olahan makanan yang masih dilakukan secara tradisional maupun semi tradisional.
“Dan kami melihat di Distrik Ebungfau khususnya di Kampung Putali ini tidak ditemukan adanya stunting, karena pengolahan makanan di setiap keluarga pastinya sangat baik sehingga hal itu tidak ditemukan” ucapnya.
Kapolres berharap apa yang saat ini sudah dipertahankan oleh masyarakat Distrik Ebungfau, sekiranya dapat terus di pertahankan.
Karena ini merupakan hal yang baik untuk membentuk generasi Papua untuk masa depan.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Jayapura, Suryono ditempat yang sama, mengajak seluruh pemuda yang ada di Kabupaten Jayapura untuk dapat kembali ke kampung dan memanfaatkan pekarangan untuk menciptakan Ketahanan Pangan Keluarga.
Terlebih lagi kalau dari hasil pemanfaat pekarangan rumah atau lahan di kampung dapat membiayai kebutuhan primer dan lainnya.
“Apalagi kalau bisa menambah nilai ekonomis keluarga itu sangatlah baik” Kata Suryono.
Suryono berharap sekiranya Kampung Putali dapat dijadikan contoh atau role model bagi kampung lainnya yang ada di Danau Sentani ataupun seluruh di Distrik dapat mencontohi apa yang telah dilakukan oleh masyarakat Kampung Putali.
Suryono mengatakan, pihaknya siap untuk mendukung seluruh masyarakat kampung untuk memanfaatkan pekarangan ataupun lahan yang ada di rumah dan kampung.
Untuk itu, kata dia diperlukan perencaan yang baik mulai dari Musrembang Kampung dan Musrembang Distrik.
“Kalau di Musrembang distrik tidak dapat terjawab, maka Distrik berkewajiban untuk menaikannya ke Kabupaten dalam rangka untuk melihat dan memenuhi kebutuhan yang ada pada masyarakat” ucapnya.
“Terutama dalam rangka memperkuat ketahanan pangan” tambahnya.
Oleh sebab itu Back To Bassis merupakan suatu hal yang baik untuk meningkatkan ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat di setiap kampung yang ada di 19 Distrik di Kabupaten Jayapura. (***)