Paraparatv.id | Jayapura | Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) telah menggelar Sidang Paripurna DPRP dengan agenda Pembahasan APBD Provinsi Papua Tahun Anggaran 2023.
Sidang berlangsung di Gedung Dewan di Kota Jayapura, Rabu (30/11/2022) dipimpin langsung Ketua DPRP Jhoni Banua Rouw, Wakil Ketua II Eduardus Kaize dan Wakil Ketua III Yulianus Rumbairusy.
Kepada sejumlah awak media, Ketua DPRP Jhoni Banua Rouw menjelaskan dalam sidang kali ini Dewan telah menetapkan APBD Provinsi Papua sebesar Rp2,3 Trilyun, kemudian Papua Tengah sebesar Rp1,8 Trilyun dan Papua Selatan Rp1,4 Trilyun.
Meski telah diputuskan, namun menurut Jhoni skema pembiayaan ini seharusnya baru dilakukan di tahun depan, mengingat untuk Tahun 2023 anggaran masih akan difokuskan kepada pembiayaan belanja Provinsi Papua sebagai Provinsi Induk.
“Untuk pembahasan APBD provinsi DOB hasil Pemekaran Provinsi Papua karena di tahun 2023 masih banyak komponen-komponen yang harus dibiayai oleh pemerintah Provinsi Papua sebagai Provinsi Induk, maka bisa dikatakan ini suatu kesalahan yang telah dibuat oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Menteri Keuangan yang membagi seenaknya (APBD Papua kepada provinsi pemekaran),” ungkap Ketua DPRP Jhoni Banua Rouw.
Dikatakan, Pemerintah Pusat tidak memperhitungkan bahwa masih ada beban yang harus ditanggung, masih ada pegawai yang semua masih ada di bawah tanggung jawab Provinsi Papua dengan total pembiayaan sebesar Rp1,1 Trilyun.
“Bayangkan, kami sudah dapat 2,3 Trilyun rupiah dimana 1,1 Trilyun rupiah untuk membiayai pegawai yang masih ada di Provinsi, lalu ada biaya pendidikan tahun 2022 ini sebesar 420 Miliar, lalu tahun 2023 kami hanya bisa membiayai 100 Miliar, artinya ini akan menjadi masalah di kemudian hari,” tegasnya.
Menurutnya, jika masalah ini terjadi, maka Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Keuangan harus bertanggung jawab karena membagi dana APBD Papua tanpa melihat bahwa masih ada urusan bersama yang masih tertinggal di Provinsi ini.
“Tunjangan pegawai di tahun 2023 hanya bisa dibiayai sebesar 50 persen dari yang biasa kami biayai, artinya pegawai akan kena dampak, berikutnya layanan kesehatan di rumah sakit-rumah sakit ini juga mengalami penurunan yang signifikan.
DPRP meminta hal ini menjadi perhatian serius Pemerintah Pusat dimana sebelum dilaksanakan ABT nanti, masalah ini sudah ada solusinya. Karena kalau tidak, sudah tentu akan mejadi masalah di Tanah Papua.
“Dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan juga pelayanan pemerintahan itu akan menimbulkan masalah karena pembiayaan kita yang sangat terbatas. Dan kita sudah gunakan dana cadangan kita untuk tahun depan sebesar 400 Miliar lagi, padahal kita berharap dana ini bisa dialokasikan untuk dana pendidikan dan kesehatan,” ucapnya.
“Kami mohon maaf jika pelayanan di tahun depan ada honor yang berkurang, itulah realita karena anggaran kita yang sangat terbatas,” tambahnya.
Jhoni juga menegaskan jika di tahun 2023 kemungkinan Dewan tidak melakukan reses dan pengawasan di Dapil yang kini telah menjadi provinsi baru, meski dianggap melanggar amanat Undang-undang, bahwa dewan dipilih oleh rakyat di dapilnya dan sebagai anggota dewan memiliki kewajiban untuk datang mendengarkan aspirasi mereka dan memperjuangkan aspirasinya.
“Bagaimana kami akan datang kesana jika sudah tidak lagi menjadi wilayah kerja kami,” tutupnya.
Dirinya berharap akan ada kebijakan khusus dari Pemerintah Pusat, mengingat masa bakti anggota dewan akan berakhir sampai dengan tahun 2024 mendatang. (RZR)