Paraparatv.id |Jayapura | Tim Hukum & Advokasi Gubernur Papua (THAGP) melayangkan Surat Klarifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), paska pemanggilan dua Anggota Tim Hukum & Advokasi Gubernur Papua (THAGP), Dr. Stefanus Roy Rening, SH., MH.
dan Drs. Aloysius Renwarin, S.H., M.H., oleh KPK, sebagai saksi, dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi berupa Penerimaan hadiah atau janji Lukas Enembe selaku Gubernur Papua Periode 2013-2018 dan 2018-2023, terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua, yang menjadikan Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka.
Pengiriman Surat Klarifikasi tersebut, dilakukan Kamis (17/11/2022), bertepatan dengan jadwal pemeriksaan dua anggota THAGP. Menurut Anggota THAGP, Dr. Stefanus Roy Rening, SH., MH, dirinya dan Drs. Aloysius Renwarin, S.H., M.H., dijadwalkan diperiksa penyidik KPK pada Kamis pagi.
”Tapi sebelum diperiksa, kami minta klarifikasi pada KPK terlebih dahulu terkait dengan pemanggilan kami
berdua, sebagai saksi dalam kasus yang menjadikan klien kami (Gubernur Papua Lukas Enembe) sebagai tersangka,” kata Roy, pada para wartawan di Jakarta, Kamis siang (17/11).
Dijelaskan Roy, Surat Klarifikasi telah diterima KPK, pada Kamis pagi, dan telah distempel diterima di KPK tanggal 17 November 2022,” Dijelaskannya, sebelum melayangkan Surat Klarifikasi, pihaknya dan Aloysius, telah mengadukan adanya pemanggilan KPK tersebut, ke organisasi advokat DPN Peradi, dibawah kepemimpinan Dr. Luhut MP Pangaribuan, S.H., LL.M., pada Rabu (16/11/2022). Secara resmi.
Roy dan Aloysius mengirim surat berisi Permohonan Petunjuk dan Perlindungan Profesi dari Peradi. Dari hasil pertemuan dengan Ketusa Umum DPN Peradi tersebut, Roy menjelaskan, Luhut mendukung langkah-langkah yang dilakukan dirinya, dengan meminta terlebih dahulu klarifikasi
ke penyidik KPK.
”Intinya Luhut mendukung langkah kami, dan akan mengkaji aduan kami sebagai
upaya organisasi melindungi anggotanya,” ujar Roy.
Bahkan dalam diskusi, kata Roy,
Luhut juga akan mengkaji apakah pemanggilan KPK selanjutnya dapat dikirim ke organisasi Peradi, yang
dipimpinnya.
Terkait dengan pemanggilan, Roy mengatakan, dirinya dan Aloysius dipanggil
berdasarkan Surat Panggilan Penyidik KPK Nomor : Spgl/6599/Dik.01.00/23/11/2022 tertanggal 11 November 2022 dan Nomor : Spgl/6600/Dik.01.00/23/11/2022 tertanggal 11 November 2022.
Dan menanggapi pemanggilan tersebut, Roy mengatakan, sebagai bagian dari THAGP, yang aktif mengadvokasi Gubernur Papua dalam kasus dugaan gratifikasi tersebut, pihaknya dijamin dan dilindungi secara hukum, berdasarkan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
tentang Advokat.
”Dimana disebutkan dalam pasal tersebut, bahwa ’Advokat tidak dapat dituntut
baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan’,” kata Roy.
Lebih lanjut, Roy mengatakan, pihaknya melakukan pendampingan dan advokasi hukum terhadap kliennya (Gubernur Papua Lukas Enembe), berdasarkan kewenangan yang diberikan negara terhadap dirinya selaku Advokat. Kewenangan tersebut, ujar Roy, tertuang jelas dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Advokat.
Dimana disebutkan dalam peraturan tersebut, bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
dan Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Roy menuturkan pemanggilan dirinya sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana gratifikasi, yang diduga terjadi pada sekitar tanggal 11 Mei 2020 atau dua tahun enam bulan lalu, di Jayapura-Papua. Roy menegaskan saat kejadian dirinya berada di tempat lain. (***Redaksi)