Paraparatv.id | Sorong | Pemerhati korupsi, Hardiyanto Saleh memberi atensi serius terkait laporan Lembaga Monitoring Hukum dan Keuangan Negara (LMHKN) Kabupaten Biak Numfor kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).
Hardiyanto menilai laporan LMHKN atas dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua tidak berdasarkan fakta dan peristiwa yang jelas.
“Ada laporan tanggal 5 Agustus 2022 dari LMHKN lembaga monitoring hukum dan keuangan negara bersama sdr, Joe Lawalata, menyampaikan bahwa korupsi APBD di Biak Numfor tembus 2,2 T ini tidak rasional dalam pelaporan APBD Biak Numfor yang hanya 1,2 T” terang Hardiyanto lewat gawainya. Kamis, (13/10).
Menurut Hardiyanto, isi laporan yang dilayangkan LMHKN Kabupaten Biak Numfor menyimpang dari standar prosedur pelaporan di lembaga antirasuah itu.
“Bagaimana menjelaskan fakta dan peristiwa korupsi tersebut, bagi kami ini merupakan semangat yang tidak dibarengi dengan data sesuai standar prosedur pelaporan di KPK,” ketus dia.
Hardiyanto menjelaskan para pelapor mestinya paham prosedur pelaporan di KPK terkait dugaan tipikor, “banyak yang tidak memahami standar pelaporan di KPK dalam PP Nomor 43 Tahun 2018,” kata dia.
Dia menambahkan ada tahapan-tahapan baku pada setiap laporan yang masuk di KPK, “proses administrasi dilakukan selama 30 hari kerja pada tahap ini KPK akan melakukan telaan, verifikasi dan memberikan respons kepada pelapor apakah laporan tersebut ditindaklanjuti atau tidak,” ujarnya.
Dalam pandangan Hardiyanto, pelapor wajib mengantongi data valid dan sumber informasi yang relevan terkait dugaan kasus yang mengemuka,
“Selain itu pelapor juga harus memberikan uraian fakta kronologi dugaan tindak pidana Korupsi baik yang diketahui, didengar, atau dilihat secara langsung, pelapor juga harus menyertakan bukti permulaan yang cukup terutama jenis korupsi dan sumber informasi untuk dilakukan pendalaman,” jelas Aktivis antikorupsi itu.
Dia mengungkap bahwa sejak pertengah tahun 2022, KPK menerima sedikitnya 2.069 laporan dugaan tipikor, dari jumlah tersebut, menurut Hardiyanto, 60 persen laporan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
“Sayangnya sebanyak 1.235 atau 60 persen dari laporan tersebut tidak memenuhi standar pelaporan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 43 tahun 2018,” katanya.
Oleh sebab itu, Hardiyanto mengimbau agar setiap pihak paham prosedur pelaporan yang hendak dikirim ke KPK, “Sehingga masyarakat dan pelapor itu tidak sembarang melaporkan ke KPK harus memahami uraian dan fakta,” tutupnya.
Setelah memperhatikan laporan LMHKN Kabupaten Biak Numfor tersebut, Hardiyanto meminta aparat penegak hukum (APH) agar mengusut motif pelaporan dan mengungkap apakah ada aktor yang turut berperan. Bahkan ia mengaku akan melayangkan aduan kepada pihak tersebut.
“Kami meminta APH Polri, Polda, Polres untuk perlu mendalami motif dan juga gerakan mereka apa murni atau tidak dari LMHKN dan sdr. Joe Lawalata terutama siapa yang Donatur dibalik aktifitas mereka. Dalam jangka waktu dekat kami akan melaporkan sdr, Joe dan LMHKN,” pungkas Hardiyanto. (AY)