Example floating
Example floating
Politik

Soal Pembentukan Papua Selatan, MRP Diminta untuk Lebih Bijak

314
×

Soal Pembentukan Papua Selatan, MRP Diminta untuk Lebih Bijak

Sebarkan artikel ini
Tim pemnbentukan Provinsi Papua Selatan foto bersama anggota Komisi II DPR-RI, Komarudin Watubun usai menyampaikan aspirasinya ihwal pembentukan Provinsi Papua Selatan. Foto : Istimewa

Paraparatv.id| |Jayapura| Anggota Komisi II DPR-RI, Komarudin Watubun menyesalkan tindakan oknum anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) yang menyatakan bahwa ia menolak adanya pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Tanah Papua.

Menurut Watubun, MRP sebagai lembaga kultural seharusnya lebih bijak dalam mengambil suatu keputusan. Karena saat ini mayoritas masyarakat yang ada di wilayah Selatan Papua sangat ingin daerah tersebut dimekarkan.

“Terakhir memang saya dengar ada anggota MRP yang menemui presiden dan menyampaikan bahwa dia menolak pemekaran, seharusnyakan MRP itu lebih bijak menyampaikan kepada presiden bahwa ada yang menolak dan ada juga yang mendukung pembentukan DOB di Papua” kata pria yang akrab disapa bung Komar ini, saat ditemui paraparatv.id di Sentani, belum lama ini.

Kata dia saat ini proses pembentukan DOB di Papua sudah berjalan dan DPR-RI sudah membentuk 3 Kelompok Kerja (Pokja) untuk pembentukan DOP di Papua.

Lebih lanjut dikatakannya, ketiga Pokja itu bekerja untuk 3 usulan pemekaran provinsi di Papua yakni Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan Tengah.

“Kalau untuk Papua Selatan inikan sudah sejak lama diusulkan untuk dimekarkan. Jadi bisa saya pastikan kalau apa yang disampaikan oleh oknum anggota MRP itu tidak akan berpengaruh pada pembentukan Papua Selatan” ucapnya.

“Secara etika, secara norma dan secara aturan usulan pemekaran Papua Selatan sudah disampaikan ke MRP oleh Ketua Tim Pemekaran dan itupun diterima jadi MRP harusnya lebih bijak” tutupnya.

Sementara itu Penggagas pemekaran Provinsi Papua Selatan, John Gluba Gebze mengecam permainan oknum elit politik yang bermain dibalik sejumlah aksi demonstrasi yang menolak adanya pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Tanah Papua.

Dia menuturkan, siapapun boleh saja menyampaikan pendapat, karena semua itu sudah diatur dalam UUD 1945. 

Hanya saja dia mempertanyakan apakah pendapat-pendapat yang disampaikan itu menyangkut akan hal-hal yang mendasar atau tidak.

“Janganlah mengorbankan rakyat kita sendiri. Kalau tidak ingin daerahnya dimekarkan ya, silahkan saja. Tapi untuk daerah lain seperti kami di selatan Papua ini yang ingin dibentuk sebagai provinsi baru jangan dibatasi, karena kami bukan sub koordinasi dari suku manapun” kata John kepada wartawan di Merauke, belum lama ini

Dia mengungkapkan, semua daerah ataupun wilayah adat di seluruh Tanah Papua sama-sama menjalankan dan merasakan apa yang dinamakan dengan Otonom.

“Kita sama-sama Otonom, anda Otonom dengan adat di kampung masing-masing ya kita juga Otonom dengan di dusun kita masing-masing. Mari kita saling menghargai karena yang kita butuhkan itu adalah kemajuan dalam segala hal. Lebih khususnya ada di kesejahteraan masyarakat” ungkapnya.

Lebih lanjut disampaikannya, terkait dengan semua permasalahan yang ada di Papua itu bukan berada pada rencana pembentukan DOB tetapi lebih kepada manusianya.

Karena menurutnya jika SDM yang ada di suatu Daerah Otonom itu baik, maka peningkatan kesejahteraan masyarakat juga pasti akan baik dan begitupun sebaliknya.

“Untuk kesejahteraan masyarakat, kita tidak bisa menerapkan prinsi one for all dan all for one, tidak bisa seperti itu. Papua ini serupa tapi tak sama” ungkapnya.

Oleh sebab itu dia meminta kepada elit-elit yang bermain dibalik penolakan pembentukan DOB untuk sekiranya dapat berpikir lebih jernih melihat apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Mantan Bupati Merauke 2 periode ini juga mengilustrasikan, dibutuhkan usaha dan  kendaraan jika seseorang ingin maju dan cepat sampai ke tujuannya.

“Bagi kami di selatan ini, kendaraannya itu ya, Pembentukan DOB. Tapi kalau yang lain punya cara sendiri untuk maju ya silahkan pakai cara itu, tapi jangan batasi kami disini”

“Kalau di selatan ini ada satu-dua orang yang punya pendapat lain, kami hargai. Tapi kalau mayoritas ingin kita punya kendaraan itu ya mohon untuk direlakan. Dan yang terpenting adalah pemimpin besok disini adalah pemimpin yang tau mengelola kekuasaan” tutupnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketuan Tim Pemekaran Papua Selatan, Thomas Eppe Safanpo secara tegas mempertanyakan kapasitas  Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib, ihwal penolakannya terhadap semua wacana pemekaran di Provinsi Papua.

“Pernyataan Ketua MRP itu apakah mewakili institusi ataukah suara pribadi? Jadi, masyarakat harus bisa membedakan mana yang pernyataan pribadi atau pernyataan institusi” kata Thomas saat dikonfimasi via telepon seluler, Kamis (27/01/2022)

Thomas mengungkapkan, lembaga representasi baik DPR ataupun MRP tidak sama dengan lembaga eksekutif. Dimana pimpinan suatu lembaga eksekutif baik itu kepala daerah ataupun pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pernyataannya dapat mewakili lembaganya.

“Nah, berbeda halnya dengan lembaga representasi baik DPR-Papua maupun MRP. Pernyataan ketua dari kedua lembaga tersebut tidak bisa mewakil lembaga masing-masing selama belum ada keputusan secara kelembagaan,” tegas Thomas lagi.

Thomas menjelaskan, dalam aturannya, kepala lembaga representatif memang menjadi juru bicara dari lembaga yang dipimpin. Tetapi bukan berarti menyampaikan pendapat pribadi untuk mewakili lembaga yang dipimpin.

“Jadi keputusan MRP menerima atau menolak itu harus diputuskan dalam rapat pleno. Kalau di DPR diputuskan dalam rapat paripurna DPR yang memeliki kekuatan hukum dalam suatu keputusan. Bukan pernyataan-pernyataan pribadi ketua atau wakil ketua yang menyatakan menolak, itu tidak bisa,” ucapnya.

“Jadi selama belum ada putusan dari rapat pleno, kami menganggap bahwa pernyataan dari Ketua MRP itu adalah pernyataan pribadi saudara Timotius Murib dan tidak mewakili MRP selaku lembaga kultural” timpal Thomas.

Lebih lanjut dikatakan Thomas, dalam kerangka UU Otsus yang telah direvisimen dalam UU No. 02 tahub 2021,  Pemerintah Pusat juga bisa mengambil langkah pemekaran wilayah baik ada ataupun tidak adanya persetujuan dari pemerintah provinsi induk, sejauh itu berkaitan dengan aspirasi masyarakat.

Thomas memaparkan, padaDesember 2021 lalu pihaknya telah menyampaikan dokumen-dokumen aspirasi kepada gubernur melalui Ketua DPR-Papua dan Ketua MRP.

“Dan aspriasi yang sama juga kami sampaikan kepada Komisi II DPR-RI dan juga kepada Kementerian Dalam Negeri, jadi sekarang persoalannya apa, kalau Pemerintah Pusat dan DPR-RI berkehendak untuk memekarkan Papua menjadi beberapa provinsi, MRP menolak sekuat tenagapun tidak akan menjadi hambatan. Karena di UU Otsus yang baru direvisi ini memungkinkan Pemerintah Pusat mengambil langkah itu untuk menggunakan kewenangannya, itu yang kedua,” katanya gamblang.

Thomas selaku Ketua Tim Pemekaran Papua Selatan, pun kembali mempertanyakan kenapa persoalan pemekaran Papua ini selalu ditakutkan oleh kelompok-kelompok tertentu yang ada di Jayapura.

“Alasannya apa? Papua ini tetap satu mulai dari sisi adat, budaya bahkan geografis, Papua ini tetap satu kesatuan tetapi memang wilayah administrasi di Papua itu perlu dimekarkan dan dibagi untuk mendekatkan rentang kendali pemerintahan kepada masyarakat di wilayah yang terlalu besar ini” ujarnya.

Lebih jelas, Thomas menyebut bahwa pemekaran wilayah berkaitan dengan percepatan pembangunan dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua pada umumnya.

“Papua tidak akan pernah cukup diurus oleh satu provinsi dua provinsi pun belum cukup karena Papua ini tanah yang sangat besar, pulau yang sangat luas, sebenarnya tidak ada alasan untuk selalu menolak” tukasnya.

Ia juga meminta sebagai anak Papua, seyognyanya saling mendukung ketimbang menolak. Ia tidak berharap adanya suara pro dan kontra yang berlangsung terus-menerus.

“Kita akan tetap bersama hanya secara administrasi saja kita dipisahkan dan dibagi supaya lingkup pemerintahan itu lebih sempit dan rentang kendali pemerintahan itu lebih kecil sehingga pembangunan memiliki dampak baik bagi masyarakat Papua” pintanya.

Menyinggung pernyataan Timotius Murib yang mengatakan,  bahwa saat ini masyarakat Papua ingin berdialog untuk menentukan nasib sendiri atapun Referendum. Thomas Safanpo kembali menpertanyakan , apakah  MRP mewakili masyakat asli Papua pada umumnya ataukan kelompok-kelompok tertentu.

“Sebenarnya yang diwakili oleh Ketua MRP ini siapa sehingga ada pernyataan itu. Di dalam agenda internasional Majelis Umum PBB, Papua sudah final jadi sudah tidak ada kemungkinan lagi untuk hal yang begitu-begitu. Kalau dialog untuk membahas pembangunan dan kesejahteraan silahkan, tapi kalau dialog untuk membahas sial refenrendum, tidak ada itu agendanya baik di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di Majelis Umum PBB tidak ada celah hukumnya” paparnya.

Terkait dengan 26 kewenangan yang ada dalam UU Otsus, namun baru 4 kewenangan saja yang dapat dilaksnakan, Thomas menjelaskan, ini hanya masalah di soal penafsiran. Ia tak menampik bahwa pihaknya sudah mengetahui bahwa saat ini MRP tengah menggugat UU Otsus yang telah diperbaharui ke Mahkamah Konstitusi.

“Teman-teman di MRP sedang menggugat Revisi UU Otsus No. 02 tahun 2021 itu silahkan. Persoalan kewenangan tidak dilaksanakan itu sudah lewatlah, tidak bisa ditarik mundur, kita ini sedang berusaha untuk maju kedepan bukan mundur ke belakang. Nanti dalan revisi UU yang baru ini kita bagi dan laksanakan lebih baik lagi,” katanya.

Thomas mengingatkan, kritik itu perlu, namun bukan berarti menghentikan proses yang sudah berjalan.

“Saya setuju dengan kritik beliau soal hanya 4 kewenangan baru bisa dilaksanakan. Tapi kritik harus memperbaiki dalam prespektif untuk memperbaiki UU No. 02 tahun 2021 dalam hal implementasi Otonomi Khusus di Lapangan kelak dalam 20 tahun kedepan buka menarik hal yang sudah lewat dibelakang,” tandasnya.

Sebelumnya Timotius Murib seperti yang dikutip dari Cenderawasihpos.com mengatakan, jika pemekaran wilayah di Papua terus dipaksakan malah hal tersebut hanya akan merugikan masyarakat Papua sendiri.

Bahkan dia juga mengatakan bahwa saat ini yang butuhkan oleh masyarakat Papua bukanlah pemekaran wilayah, melainkan dialog untuk penentuan nasib sendiri ataupun Referendum. (Ari Bagus Poernomo)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *