Paraparatv.id | Meraukse | Besok, 3 Maret 2022, umat Hindu di seluruh dunia bakal merayakan Hari Raya Nyepi. Tentu saja peringatan ini sangatlah ditunggu-tunggu lalu apakah sebenarnya makna dari Hari Raya Nyepi itu?
Nyepi adalah upacara tahunan yang rutin dilaksanakan umat Hindu Nusantara di seluruh Indonesia.
Dan yang unik adalah upacara peribadatan dalam rangka menyabut hari raya ini di tiap daerah di Indonesia berbeda.
Meski upacara peribatan di tiap daerah berbeda namun makna dan filosofi dari perayaannya tetap di pertahankan.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Merauke, I Wayan Swasta ketika ditemui media ini di Pura Amerta Sari, Merauke menjelaskan, Hindu Indonesia disebut dengan nama Hindu Nusantara.
Karena menurutnya agama Hindu adalah agama yang universal, sehingga para penganutnya diperbolehkan melakukan peribadatan sesuai dengan adat istiadat dan tradisi di masing-masing daerah.
“Kita tidak berkiblat ke India yang menjadi pusat penyebaran agama Hindu, karena Hindu adalah agama yang sangat universal sehingga para penganutnya bisa melakukan peribadatan sesuai dengan adat istiadat dan tradisi yang ada di daerah masing-masing” katanya, Senin (01/03).
Dia menambahkan, untuk di Merauke sendiri upacara peribadatan dalam rangka perayaan Nyepi juga tidak sama persis dengan perayaan yang dilaksanakan di Bali.
Makna dari Hari Raya Nyepi
Hari Raya Nyepi sendiri adalah sarana bagi umat Hindu untuk merenungkan diri dari segala hal yang telah dilalui.
Perayaan Hari Raya Nyepi juga menjadi suatu wadah yang tepat bagi seluruh umat Hindu untuk mengintrospeksi dan evaluasi diri dari masa lalu agat bisa menjadi seseorang yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Selain itu, upacara peryaan Nyepi juga menjadi salah satu bentuk ketaatan diri kepada Tuhan.
Saat perayaan tiba, umat dihimbau untuk berdiam diri di rumah dengan mengucapkan puji-pujian terhadap Tuhan agar mendapatkan keagungan.
Selain menjadi renungan diri, Hari Raya Nyepi juga dilakukan untuk menjaga keseimbangan Bhuana Alit dan Bhuana Agung atau titik pertemuan sifat negatif dan positif.
Dalam Hari Raya Nyepi juga terdapat upaya untuk melestarokan alam sekitar dengan melepaskan sifat-sifat serakah yang ada pada diri manusia.
Seperti diketahui, manusia seringkali mengeksploitasi alam secara berlebihan. Untuk itulah, saat Hari Raya Nyepi tiba disaat itulah umat Hindu memberikan waktu untuk alam beristirahat.
Prosesi Hari Raya Nyepi
Dalam perayaan Nyepi, umat Hindu Nusantara punya prosesi sendiri yang terdiri dari Melasti, Tawur Kesanga, Hari Raya Nyepi, Ngembak Geni dan Dharma Shanti.
- Melasti
Prosesi upacara Melasti diadakan dua hari sebelum hari raya Nyepi tiba. Upacara ini dilakukan di samudra atau mata air suci dalam keadaan tertib dan khidmat. Prosesi upacara ini dilakukan bertujuan untuk melebur segala kotoran, perkataan, perbuatan, dan pikiran dalam diri. Umat Hindu di Bali percaya bahwa air dapat menghilangkan ebergi negatif dan kembali mensucikan diri.
- Tawur Kesanga atau Mecaru
Setelah melakukan upaca Melasti, umat Hindu akan melakukan Tawur Kesanga atau Mecaru sehari sebelum Nyepi. Pada kegiatan ini, biasanya umat Hindu akan melakukna pawai ogoh-ogoh yang diarak keliling desa. Boneka ogoh-ogoh dibuat sangat besar dengan rupa yang menyeramkan. Lalu akan dibakar sebagai perumpamaan untuk melenyapkan sifat buruk manusia.
- Hari Raya Nyepi
Setelah melaksanakan dua kegiatan sebelumnya, tibalah pada hari raya Nyepi. Pada hari tersebut umat Hindu akan menghentikan semua kegiatannya selama 24 jam. Mulai pukul 6 pagi hingga pukul 6 pagi berikutnya. Dalam prosesi ini umat Hindu memiliki 4 pantangan yang harus ditaati, yaitu:
Tidak menyalakan apai atau amati geni
Tidak bekerja atau amati karya
Tidak bepergian atau amati lungan
Tidak bersenang-senang atau amati lelanguan
- Ngabak Geni
Prosesi terakhir dalam perayaan hari Nyepi yang dilakukan umat Hindu yaitu Ngabak Geni atau mengunjungi sanak saudara. Salah satu ritual ngabak geni yang terkenal di Bali yaitu Mud-Medan atau Omed-Omedan. Pada prosesi ini, para pemuda dan pemudi akan melakukan ciuman secara bergantian. Hal ini dipercaya sebagai upaya untuk menolak bala. (*Ai/JT)