Example floating
KABAR SENTANIPeristiwa

Aset Rakyat Nyaris Disulap Jadi Dagangan: Hibah Jayapura Bau Suap

869
×

Aset Rakyat Nyaris Disulap Jadi Dagangan: Hibah Jayapura Bau Suap

Sebarkan artikel ini
Gedung Sekolah Lantera Harapan yang beralamat di Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura. Foto : Istimewa

Paraparatv.id | Sentani | – Kabupaten Jayapura diguncang skandal besar. Aset publik yang seharusnya menjadi amanah rakyat hampir saja berpindah tangan ke Yayasan Pelita Harapan (YPH) lewat mekanisme hibah. Rencana ini bukan hanya menyalahi aturan hukum, tetapi juga menyeret isu suap ratusan juta rupiah, manipulasi dokumen, hingga lemahnya proses legislasi.

Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Jayapura menjadi benteng terakhir yang menggagalkan langkah tersebut. Wakil Ketua III DPRK, Nelson Ondi, mengungkap bahwa sejumlah anggota dewan ditawari imbalan ratusan juta rupiah agar hibah bisa disetujui.

“Kami sudah ditawari iming-iming ratusan juta rupiah. Ini bukan hibah, ini transaksi gelap yang dibungkus rapi. Kalau modelnya begini, Pemkab bukan lagi pelayan rakyat, tapi calo aset daerah,” tegas Ondi, Selasa (30/9/2025).

Aturan Jelas, Proses Abai

Menurut Permendagri Nomor 7 Tahun 2024 Pasal 396, hibah aset daerah hanya boleh diberikan kepada lembaga nirlaba, organisasi kemasyarakatan berbadan hukum, BUMD, atau kelompok adat yang diakui negara.

Namun dalam kasus ini, prosedur formal sama sekali tidak dijalankan. Hibah tanah kepada YPH tidak pernah diusulkan secara resmi dan tidak pernah dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Pemerintah Daerah, DPRK, dan YPH. Padahal, forum RDP merupakan syarat penting untuk memastikan keterbukaan, transparansi, serta kepentingan rakyat terwakili.

Wakil Ketua III DPRK Jayapura, Nelson Yohosua Ondi.

“Hibah ini diselundupkan, tidak pernah melalui mekanisme resmi DPRK. Kalau mau sah, harus ada RDP. Bukan main belakang, bukan manipulasi,” tegas Ondi.

Situasi makin kusut ketika nama Fraksi Otonomi Khusus (Otsus) tiba-tiba muncul dalam dokumen resmi seolah-olah mendukung hibah. Menurut Ondi, itu manipulasi. Faktanya, Fraksi Otsus justru menolak hibah apabila syarat yang mereka minta tidak dipenuhi.

Fraksi Otsus hanya membuka peluang hibah jika YPH berkomitmen memberikan beasiswa gratis bagi anak-anak asli Kabupaten Jayapura, serta menyediakan bus sekolah gratis untuk wilayah Grime dan Nawa, mengingat banyak siswa di sana mempertaruhkan nyawa menumpang truk kontainer demi bisa sekolah.

Tanpa pemenuhan syarat ini, hibah otomatis ditolak. Namun, pandangan tersebut kemudian dipelintir seolah menjadi persetujuan penuh.

“Fraksi kok bisa berubah jadi etalase dagangan? Ini suara rakyat, atau suara amplop?” ketus Ondi.

Ondi juga menegaskan tidak akan tinggal diam. Jika Pemkab Jayapura tetap memaksakan hibah tanpa dasar hukum dan tanpa proses resmi, mereka siap membawa kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun hingga kini, Pemkab Jayapura memilih bungkam. Tidak ada klarifikasi resmi, tidak ada tanggapan terhadap dugaan suap, manipulasi dokumen, maupun absennya mekanisme RDP.

“Mungkin memang lebih aman diam ketimbang bicara. Kalau bicara, semua aib bisa terbongkar,” sindir Ondi.

Skandal hibah ini menelanjangi rapuhnya tata kelola pemerintahan daerah. Hibah yang seharusnya transparan dan berpihak pada rakyat justru berbau suap, manipulasi, dan kepentingan terselubung.

Rakyat Jayapura berhak marah. Aset publik bukan barang dagangan yang bisa dilego seenaknya. Bagi masyarakat Papua, tanah bukan hanya soal kepemilikan fisik, melainkan harga diri dan masa depan generasi.

Jika Pemkab tetap bungkam, KPK wajib turun tangan. Sebab yang dipertaruhkan bukan hanya sebidang tanah, tetapi juga masa depan pendidikan anak-anak Papua yang seharusnya diperjuangkan, bukan dipertaruhkan dalam permainan uang dan politik. (Arie)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *