Paraparatv.id | Jayapura | Berjalannya tata pemerintahan yang baik diperlukan identifikasi dan pengawasan yang efektif dari Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP).
Korupsi juga menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat karena yang melakukan korupsi lebih banyak adalah pejabat daerah bahkan pejabat negara sehingga anggaran yang sebenarnya untuk membangun masyarakat agar sejahtera di curi oleh penyelengara negara. Oleh sebab itu media diharapkan sebagai corong untuk menggaungkan anti korupsi dengan mencegah korupsi lewat informasi yang akurat kepada aparat penegak hukum tentang dugaan adanya tindak pidana korupsi.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Johanis Tanak dalam Diskusi Media yakni Akselerasi Pencegahan Korupsi dalam Mendukung Kemajuan Papua, yang digelar di Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Papua dan diikuti oleh para jurnalis dari media cetak, media online dan media elektronik, Senin, (13/11).
“Yang menjadi beban tugas KPK hari ini dalam upaya pemberantasan dilakukan melalukan penyuluhan atau diskusi dengan melibatkan rekan-rekan wartawan karena media mempunyai andil yang sangat besar dalam upaya memberantas korupsi melalui informasi tentang adanya suatu dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan seorang penyelenggara negara kemudian di siarkan pada media cetak, online dan elektronik maka seluruh dunia bisa mengetahui berarti disini media sudah ikut berpartisipasi menyampaikan informasi kepada apparat penegak hukum tentang dugaan adanya tindak pidana korupsi,” kata Johanis Tanak.
“Tindak pidana korupsi adalah perbuatan yang dapat merusak integritas dari para penyelenggara negara, sehingga KPK dibentuk berdasarkan pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, dimana Undang-Undang tersebut adalah mengatur KPK menyelesaikan kasus tindak pidana korupsi ini dengan melakukan penyelidikan, penyidikan, penunjukkan dan perwujudan tapi pada saat itu belum ada eksekusi, Setelah ada Undan-Undang KPK pada tahun 2019 maka KPK ditambahkan kewenangan selain peneyelidikan dan tuntutan masih ada eksekusi, koordinasi dan supervisi dan melakukan tugas-tugas lain yang terkait tentunya dengan korupsi.”ucapnya.
Kepala Satgas Korsup Pencegahan KPK, Dian Patria mengatakan, bekerja dengan memakai MCP maka KPK bisa bergerak cepat dalam mencegah dan mengurangi Tipikor dengan tujuan yang jelas sehingga para penyelenggara negara tidak dapat bergerak untuk melakukan korupsi.
“KPK kita kerja dengan MCP, ada perencanaan penganggaran, tujuannya dan jangan sampai lagi ada modus-modus suap, blokir siluman, hibah bansos yang tidak jelas, dan kasus-kasus suap lainnya. Ada pengdaan barang dan jasa, jangan sampai ada featback. Pengkajian KPK, tingginya biaya politik akhirnya ada balas budi kepada donatur sehingga diberikanlah proyek dan lain-lain, perijinan, jangan sampai ada kasus suap” ujarnya.
Selain itu, Satgas Pendidikan dan pelatihan KPK, M. Rofie Hariyanto mengatakan, dari 30 jenis korupsi di klasifikasi hingga 7 jenis korupsi dan di pangkas hingga dua jenis korupsi yaitu, merugikan keuangan negara dan perilaku korupsi
“Ada 30 jenis korupsi di negeri ini kita kelompokkan dan klasifikasikan menjadi 7 jenis korupsi yakni, merugikan keuangan negara, suap, pemerasan, benturan dalam system tender, gratifikasi, perbuatan curang, penggelapan. Namun dari hal tersebut hanya dua jenis korupsi yaitu, merugikan keuangan negara dan perilaku yang di kelompokkan dengan perilaku curang, perilaku penyuapan, perilaku penggelapan. Namun dari hal tersebut hanya dua jenis korupsi yaitu, merugikan keuangan negara dan perilaku yang di kelompokkan dengan perilaku curang, perilaku penyuapan, perilaku penggelapan, perilaku gratifikas” kata Rofie.
“Jadi ujung tombak pemberantasan korupsi bukanlah penegak hukum tapi institusi pendidikan atau dunia pendidikan.”
“KPK juga menganut harus ada senjata utama yakni, bagaimana pejabat melakukan korupsi makanya harus ada efek jera dengan di pidanakan itu, sehingga dari strategi penindakan maka strategi ini memberikan bagaimana penyelenggara negara tidak melakukan korupsi termasuk pencegahan yaitu system yang mungkin koruptor, strategi berikut bagaimana orang tidak ingin melakukan korupsi yaitu integritas yang di sebut dengan dunia pendidikan menjadi pacuan menumbuhkembangkan mainset para penyelenggara negara agar tidak melakukan korupsi uang rakyat dengan sesuka hati.”
Sementara itu Kepala Inspektorat Provinsi Papua, Anggiat Situmorang mengatakan, Jika sebelum adanya DOB provinsi Papua ada 29 Kabupate-Kota, namun saat ini sudah ada 8 kabupaten dan 1 kota di Papua sehingga pengawasan KPK terhadap pencegahan korupsi di Papua bisa cepat dilakukan. Walaupun masih ada 3 daerah yang hingga saat ini belum melaporkan pemeriksaan kepada KPK.
“Untuk tahun 2023 ini kami tidak 29 privinsi lagi tetapi hanya 9 daerah yakni 8 kabupaten dan 1 kota. Kalau menurut saya kalau 9 kabupaten kota ini masih bisa untuk di awasi. Sedangkan dari 9 kabupaten kota ini masih 3 daerah yang sulit untuk di jangkau walaupun sudah ada surat dari Inspektorat dan tandatangan Gubernur dan berusaha mencari dan kita inspektorat bergerak juga,” pungkas Anggiat. (Redaksi)