Paraparatv.id |Jayapura| Mantan Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua, Yanuel Matuan alias Yan Matuan di vonis dengan hukuman 8 tahun penjara.
Putusan ini berdasarkan sidang Tindak Pidana Korupsi yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jayapura, Rabu (22/06).
Sidang Tipikor dengan Nomor perkara 1/Pid.Sus-TPK/2022/PN Jap, Yang dipimpin oleh Linn Carol Hamadi S. H, bersama anggota Hakim Arif Noor Rohkman, SH.,MH dan Nova Claudia de’Lima SH, memutuskan terdakwa dijatuhkan pidana penjara 8 tahun dan denda 500 juta dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar denda yang telah tuangkan dalam surat putusan, maka diganti dengan kurungan penjara selama tiga bulan masa hukuman karena telah menyalahgunakan anggaran selama menjabat sebagai Ketua KPA
Selain itu, Matuan juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 7.476.787 000 apabila tidak dibayar selama 1 bulan setelah putusan, maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar pengganti maka masa tahanan terdakwa ditambah selama 3 tahun 6 bulan.
Selaku Kuasa Hukum Terdakwa, Bernadus Wahyu Herman Wibowo, S.H., M.H. mengatakan bahwa menganggapi Putusan majelis Hakim, pihaknya mengaku putusan tersebut sangat memberatkan terdakwa.
“Klien kami tadi marah karena putusan majelis hakim sangat memberatkan terdakwa. Dikatakannya tujuan dari terdakwa dalam meberikan jaminan kesehatan kepada penderita AIDS sama sekali tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim, tapi majelis hakim hanya mempertimbangkan terkait aturan-aturan”ucapnya.
“Sementara negara memberikan unsur unsur terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi bisa hapus. Karena salah satunya negara tidak dirugikan Rp 7.476.787 000 miliard itu bukan uang yang untuk menambah harta keakayaan terdakwa, bisa dibuktikan buktinya tuh ada dibelanjakan kan barangnya pun ada”jelas kuasa hukum.
Ditambahkan Kuasa Hukum Terdakwa, Bernadus Wahyu Herman Wibowo, S.H., M.H terdakwa tidak mendapatkan keuntungan tidak dapat dibuktikan bahwa Rp. 7 miliard menjadi keuntungan terdakwa, negara tidak dirugikan jelas karena buktinya dibagi gratis kepada masyarakat.
“Kami sangat kecewa kenapa majelis hakim tidak mempertimbangkan manfaat. Kami sudah menampilkan fakta dipersidangan pasien ODHA yang mengkonsumsi 6 botol bisa sehat bisa bertambah berat badannya 5 kilogram, bisa hamil dan bisa melahirkan tapi asas manfaat tidak dipertimbangkan sama sekali”ungkapnya.
“Semua akan dikembalikan kepada terdakwa tetapi kalau melihat putusannya 8 tahun ini sangat-memberatkan, tetapi untuk menyatakan banding atau tidak itu kami serahkan kepada yang bersangkutan untuk pikir-pikir selama 7 hari”ucapnya.
Pihaknya mengatakan Ini sidang putusan, Perkara ini begitu singkat antara saksi yang meringankan di skorsing kemudian tuntutan lewat sehari kemudian pembelaan, pembelaan tidak terjadi jeda, harusnya jeda kapan hakim mau mempelajari pihaknya punya pembelaan. (SIL/AI)