Paraparatv.id | Jayapura | Masyarakat Adat lembah Grime Nawa dan koalisi Selamatkan Lembah Grime-Nawa temui kepala dinas penanaman Modal dan terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Papua, Senin 25 April 2022.
Kehadiran Koalisi Selamatkan Lembah Grime-Nawa yang terdiri dari, PT. PPMA, Walhi Papua, Jerat Papua, LBH Papua, DAS Namblong, ORPA Namblong, DAS Oktim, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Green Peace Indonesia, Auriga Nusantara, TIKI Jaringan HAM Perempuan Papua memintah (DPMPTSP) Papua untuk mencabut Ijin yang diberikan oleh Dinas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Papua kepada PT Permata Nusa Mandiri untuk melakukan aktifitas perkebunan kelapa sawit di kawasan adat lembah grime kabupaten Jayapura.
Ditegaskan Matius Nawa, persetujuan yang diperoleh oleh PT.PNM tidak diketahui masyarakat adat luas, perusahaan hanya menggunakan beberapa tokoh marga untuk mendapat persetujuan. Namun secara adat proses pelepasan yang terjadi bermasalah, tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat adat setempat.
“Awal tahun kami dikagetkan kegiatan perusahaan membuka hutan alam, setelah kami cek ternyata perusahaan sudah mendapat izin yang sangat luas mencakup seluruh tanah adat dari 7 suku dan kampung-kampung adat dilembah Grime,”ungkap Matias Nawa
Dijelaskan, selama ini pihaknya tidak mengetahui wilayah adat mereka diatasnya sudah mendapat izin kelapa sawit, pihaknya juga menegaskan tidak pernah memberikan persetujuan.
“Kami berpikir perusahaan hanya akan bekerja di areal dua marga saja, karena mereka telah setuju hutannya digunakan perusahaan, kenyataannya pemerintah justru memberikan izin diatas tanah orang lain yang tidak setuju.”ujar Matias Nawa
Kondisi ini menurut Matias Nawa akan menyebabkan konflik diantara masyarakat adat, sehingga tuntutan pencabutan izin-izin kami sampaikan. Tegas Mathias nawa ketua dewan adat suku Namblong
Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Papua, Solaiyen Murin Tabuni, S.E. menyampaikan telah memperoleh surat pencabutan kawasan hutan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) pada awal tahun 2022.
Menurut Solaiyen, terdapat 31 perusahaan di Provinsi Papua yang izin pelepasan kawasan hutan dicabut salah satunya adalah PT PNM, karena izin kawasan pelepasan kawasan hutan telah dicabut dengan sendirinya izin-izin lainnya tidak berlaku.
“Kami telah berkomunikasi dengan KLHK, menunggu tindakan selanjutnya. Jika perusahaan terus melakukan membuka hutan itu tindakan ilegal, masyarakat minta stop saja,”
“Izin PT Permata Nusa Mandiri sudah tidak berlaku lagi”, tambah Kepala Dinas PMPTSP Papua, Solaiyen Murin Tabuni, S.E. senin, (25/4/2022).
Kehadiran Masyarakat adat Lembah Grime Nawa yang tergabung dalam koalisi Selamatkan Lembah Grime-Nawa meneyerahkan sejumlah tuntutan yang dituangkan dalam kertas berjudul ‘Selamatkan Lembah Grime Nawa’ kepada kepala dinas DPMPTSP untuk dijadikan sumber kajian tindakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan PT PNM.
Dalam kertas kebijakan yang disusun tertuang tujuh temuan pelanggaran
1. Perolahan tanah lokasi izin tanpa persetujuan pemilik hak ulayat;
2. Perizinan bertentangan dengan keputusan perlindungan hutan adat yang dikeluarkan Bupati Jayapura;
3. Jangka izin lokasi telah habis;
4. PT PNM tidak melakukan kewajiban didalam IUP dan permentan pedoman perizinan berusaha perkebunan;
5. Terjadi perbuatan pelanggaran penelantaran tanah oleh perusahaan;
6. PT PNM tidak melakukan kewajiban di dalam SK Pelepasan Kawasan Hutan;
7. Pembukaan hutan dilakukan tanpa izin dan dilakukan secara tidak sah;
Kertas kebijakan ini akan mempekuat pemerintah melakukan tindakan penyelemaatan hutan alam Papua melalui evaluasi hingga pencabutan izin-izin yang bermasalah.
Masyarakat Adat menunggu tindakan pemerintah untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat adat.(NM/JT)